Warga melakukan aktivitas di atas perahu miliknya pasca pengusuran pemukiman dan kios di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta, Rabu (13/4). Puluhan warga yang terkena dampak penggusuran beberapa waktu lalu terpaksa tinggal di atas perahu disebabkan rusun yang diberikan Pemprov jaraknya terlalu jauh dari tempat mata pencariannya dan biaya sewa rusun yang mahal. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Koordinator warga Akuarium, Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, Upi Yunita menegaskan, ia bersama warga lainnya akan bertahan di atas puing-puing reruntuhan rumahnya jika pihak Pemprov DKI Jakarta tak juga memberikan ganti rugi kepada mereka.

“Kita ingin menempati tanah tersebut sampai ada kompensasi dari pemerintah,” ucapnya usai berdialog dengan Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI, Senin (18/4).

Pasalnya, Upi merasa yakin jika dirinya harus mendapatkan ganti rugi atas tanah yang diwariskan oleh kedua orangtuanya itu berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 tentang tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang menyatakan Negara wajib mengganti rugi atas tanah yanh dimiliki warga.

“Kami selaku warga jangan dianggap kami pematok liar, kami punya girik, punya PBB (pajak bumi dan bangunan), ini hak kami yang tiap tahun membayar pajak. Kembali ke UU agraria, pasal 18, ada ganti rugi. Kami sah secara mutlak punya surat-surat,” tambah Upi yang telah menempati warisan kedua orangtuanya itu selama 37 tahun.

Ia juga menyampaikan, bahwasanya pada saat dan sesudah penggusuran, tak ada satupun uluran tangan yang diberikan oleh Pemprov DKI kepada warganya yang kehilangan tempat tinggal.

Hingga saat ini, terdapat puluhan Kepala Keluarga (KK) yang masih bertahan hidup di atas perahu nelayan dengan memperoleh bantuan dari donatur dan relawan.

“Total KK pada 73 (manusia perahu). Bertahan sampai kita bisa dapat kompensasi dari DKI. Bantuan dari relawan banyak. Pemprov gak ada, abai banget,” tandas Upi.

Artikel ini ditulis oleh: