Ulama Tebuireng Dukung Fatwa Haram Sound Horeg: Islam Ajarkan Kedamaian

KH Nur Hannan, salah satu ulama terkemuka dari Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur, menyatakan dukungannya terhadap fatwa haram yang dikeluarkan oleh sejumlah pesantren di Jawa Timur terkait penggunaan sound horeg.

Fatwa ini, menurutnya, penting karena kebisingan yang dihasilkan oleh sound horeg sering kali mengganggu kenyamanan masyarakat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang mengajarkan kedamaian dan ketertiban.

Dalam wawancara, KH Nur Hannan menegaskan bahwa dalam Islam, menjaga ketenangan lingkungan merupakan bagian dari ajaran agama yang harus diperhatikan.

“Islam mengajarkan kedamaian, dan penggunaan sound horeg yang menimbulkan kebisingan berlebihan jelas bertentangan dengan ajaran ini,” ujarnya.

Fatwa haram terhadap sound horeg pertama kali dikeluarkan oleh Pondok Pesantren Besuk di Pasuruan, Jawa Timur. Menurut mereka, suara keras yang ditimbulkan oleh sound horeg dapat mengganggu ketenangan masyarakat sekitar, terutama bagi mereka yang membutuhkan istirahat atau memiliki kebutuhan khusus.

Sebagaimana disampaikan oleh salah satu pengurus pesantren, “Kami mendapat banyak keluhan dari warga sekitar, terutama mereka yang sedang beristirahat atau memiliki anak kecil.”

Selain mengganggu kenyamanan, penggunaan sound horeg juga dianggap tidak sesuai dengan norma kesopanan.

“Hiburan yang disajikan melalui sound horeg sering kali mengandung konten yang tidak pantas dan berisiko merusak moral generasi muda,” tambah pengurus pesantren tersebut.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur turut memberikan dukungan terhadap pelarangan penggunaan sound horeg. Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menilai bahwa keberadaan sound horeg telah banyak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

“Bukan hanya dalam acara takbiran, tetapi juga dalam berbagai acara hiburan, suara keras ini sering kali mengganggu orang yang sedang beribadah atau beristirahat,” ujarnya.

KH Ma’ruf Khozin juga mengungkapkan bahwa banyak pengaduan yang diterima terkait dampak kebisingan ini.

“Kami menerima banyak keluhan dari masyarakat yang merasa terganggu, termasuk mereka yang sedang sakit atau mengaji di pesantren,” katanya.

Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan penggunaan sound horeg dapat dikendalikan dan disesuaikan dengan norma yang berlaku.

“Pelarangan ini bertujuan untuk menjaga ketenangan masyarakat dan menghindari kerugian yang ditimbulkan dari kebisingan tersebut,” ujar KH Nur Hannan.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto