ilustrasi (ist)

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Mohammad Reza Hafiz melihat upaya pencabutan BBM jenis Premium dan pemaksaan penggunaan BBM yang lebih tinggi tingkat RON-nya akan membawa goncangan ekonomi nasional.

Diketahui dengan RON lebih tinggi dari Premium, maka BBM jenis Pertalite, Pertamax, turbo harganya lebih mahal. Utuk itu dengan kondisi harga minyak dunia dibawah USD 50 per barel saat ini mungkin saja masyarakat dan industri masih mampu menjangkau untuk membeli Pertalite, Pertamax, turbo.

Namun jika kondisi harga minyak dunia kembali berbalik melambung, maka masyarakat dan industri tertekan oleh harga distribusi yang akan ikut melonjak. Sementara jenis Premium sudah tidak diproduksi dan hilang dari peredaran. Dengan begitu, goncangan ekonomi akan melanda.

“Perlu diingat kondisi saat ini rata-rata harga minyak dunia masih relatif rendah dibawah USD 50 per barel. tapi kalau kita lihat trennya semenjak awal tahun ini semakin meningkat. nah ini yang perlu diwaspadai. Pemerintah dan juga Pertamina tentunya, kalau harga dilempar ke pasar semua seketika terjadi lonjakan harga minyak dunia, bisa menimbulkan shock kegiatan ekonomi domestik,” tuturnya kepada Aktual.com Rabu (7/9).

Selain itu, upaya mendorong masyarakat beralih jenis BBM harus diperhitungkan secara komprehensif. Dengan harga Pertalite, Pertamax, turbo yang cukup mahal, maka akan semakin tidak terjangkau di masyarakat pedesaan yang ditambah biaya distribusi. (Baca: Premium Hilang, Direksi Pertamina Diduga Tabrak UU Konsumen dan Perpres)

“Jika memang diarahkan untuk shifting ke BBM dengan RON lebih tinggi. harus dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat, khususnya pelaku bisnis transportasi yang masih banyak menggunakan premium,”
“Mungkin kalau di kota, masyarakat sudah banyak yang beralih ke pertalite atau pertamax karena harga yang masih terjangkau. tapi geser sedikit ke desa, atau pedesaan yang infrastrukturnya belum terbangun dengan baik, tingkat konsumsi premium masih tinggi,” pungkasnya.

 

*Dadang

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta