“Peristiwa skimming yang terjadi pada 2 bank nasional beberapa waktu lalu, menunjukkan bahwa aksi skimming tidak hanya menjadi ancaman sewaktu- waktu tetapi sudah menjadi ancaman setiap saat. Penyebabnya karena Sistem IT security yang digunakan perbankan nampaknya kalah canggih dibandingan dengan pengetahuan tekhnologi dari pelaku skimming,” kata dia yang menjadi salah satu pembicara di acara Forum Promoter Polri 2018 yang kesatu dengan tema “Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Kejahatan Skimming Perbankan” di Hotel Diradja, Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Sebenarnya, lanjut dia, penggunaan teknologi cip sudah cukup lama diantisipasi oleh bank Indonesia. Dia menyebutkanada peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia seperti yang diatur dalam peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 14/2/PBI/2012 tentang National Standard Indonesian Chip Card Specification (NISCCS), sebagai bentuk peningkatan pengamanan bertransaksi mengunakan ATM atau kartu kredit.
“Batas waktu yang diberikan juga cukup lama dengan sistem progres berjenjang dimana batas waku 31 Desember 2019 untuk 50 persen dari seluruh pengguna kartu ATM dan 80 persen pada ahir tahun 2020 serta 31 Desember 2021 sebagai batas ahir implemetasi penuh penggunaan cip kartu debit,” kata dia.
Dari sisi regulasi seperti yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini Pemegang Regulasi Bank Indonesia nampaknya cukup lamban dalam mempercepat pemberlakuan regulasi yang terkait dengan peningkatan pengamanan kartu debit. “Bank Indonesia memberi tenggat waktu 9 tahun sejak peraturan bank Indonesia tentang NISCCS. Dari sisi regulasi serta jaminan keamanan penguna kartu tidak dapat diantisipasi lebih cepat,” kata Hilmi.
Untuk menjaga reputasi Perbankan Nasional maka penguatan regulasi menjadi penting, oleh karena itu batas waktu implementasi penuh penguna cip kartu debit perlu dievaluasi dan dipercepat agar kejadian serupa tidak terjadi yang justru meruntuhkan reputasi perbankan Indonesia di dunia Internasional.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara