Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Tito Karnavian menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/4). RDP tersebut membahas pelaksanaan tugas pokok, fungsi BNPT, kendala, hambatan yang dihadapi dan optimaliasi program deradikalisasi. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww/16. *** Local Caption ***

Jakarta, Aktual.com — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tito Karnavian menginginkan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 memasukkan unsur preventif sebagai usaha pencegahan terhadap aksi terorisme.

“Kami setuju adanya revisi (UU Terorisme) namun harus membawa aspek preventif di dalamnya,” katanya di Gedung Nusantara I, Jakarta, Kamis (21/4).

Hal itu dikatakannya dalam seminar bertajuk ‘Radikalisme dan Terorisme dalam Perspektif NKRI’ yang diselenggarakan Fraksi PKS di DPR.

Dia mengatakan, penanganan terorisme tidak hanya melalui penegakkan hukum, namun preventif dan rehabilitatif. Poin kedua, menurut dia, revisi UU Terorisme harus mengatur mengenai hukum acara secara khusus karena jaringan terorisme sangat kompleks.

“Ketiga, aksi lain yang belum masuk kegiatan terorisme (harus diatur dalam revisi UU Terorisme),” ujarnya.

Selain itu dia menginginkan adanya kriminalisasi terhadap Warga Negara Indonesia yang melakukan latihan militer untuk terorisme di luar negeri. Hal itu sebagai salah satu bentuk upaya preventif dalam penanggulangan aksi terorisme.

“Jangan sampai mereka diam-diam pulang, kita tidak bisa proses hukum, dia melakukan langkah-langkah teror nanti semua menyesal,” katanya.

Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat mengaku lega dengan keinginan BNPT yang mengusulkan penguatan aspek preventif dalam penanggulangan terorisme.

Meskipun, hal itu berisiko terkait benturan dan kebebasan fundamental apabila ada pasal yang ‘off side’ dalam revisi UU Terorisme.

“Kalau ada pasal ‘offside’ menyebabkan ketidak bebasan terduga teroris melakukan aktivitas karena di Indonesia dekat dengan kelompok Islam dan dikhawatirkan melanggar hak untuk menjalankan ajaran agama,” katanya.

Ditambahkan, selama ini aspek penindakan sudah cukup kuat sehingga harus diatur lebih relevan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara