Ketua Gerakan Cinta Tanah Air, Syamsuddin Anggir Monde
Ketua Gerakan Cinta Tanah Air, Syamsuddin Anggir Monde

Jakarta, Aktual.com – Ketua Gerakan Cinta Tanah Air, Syamsuddin Anggir Monde mengungkapkan, pihaknya akan merajut komunikasi dengan para tokoh-tokoh Reformasi untuk membahas konstitusi negara pasca amandemen.

Sebab, dirinya menilai bahwa UUD 1945 yang diubah oleh MPR pada tahun 1999-2002 semakin menjauh dari dasar falsafah dan ideologi negara yaitu Pancasila.

“Hal ini penting karena itu kita jangan menciderai bangsa sendiri. Sebab, Falsafah bangsa itu penting untuk sebuah masyarakat modern,” ujar Syamsuddin usai diskusi bertemakan “Amandemen Kelima atau Kembali ke UUD 1945” di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (7/10).

Dia menjelaskan, pokok pembicaraan dengan sejumlah tokoh reformasi itu nantinya adalah soal perbedaan antara demokrasi penetapan jumlah suara terbanyak dengan Musyawarah Mufakat.

Dimana, ujung dari demokrasi dengan penetapan jumlah suara terbanyak itu akan memakmurkan kaum-kaum pemodal dalam menentukan kebijakan negara. “Dan Pancasila tidak mengenal namanya kapitalisme, Pancasila itu musyawarah mufakat,” tegasnya.

“Makanya saya minta kepada pak Akbar Tanjung dan pak Mubarok agar saya bisa membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh reformasi seperti pak Amien Rais dan lain sebagainya agar duduk kembali. Kita akan duduk bareng yang harmonis dan penuh nuansa kekeluargaan.”

Syamsuddin berharap pemikiran kembali ke UUD 1945 juga masuk ke benak Presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDI-Perjuangan. “Bahkan saya minta kepada presiden Jokowi untuk berfikir cerdas. Kita jangan terlena karena situasi dunia sekarang sedang bergejolak,” tuturnya.

Pasalnya, dengan situasi saat ini percik-percik perpecahan di Indonesia rentan terjadi. Syamsuddin pun mengutip pidato Soekarno yang menyebutkan, bahwa Bhineka Tunggal Ika terjaga bila Pancasila tegak.

Namun, karena konstitusi yang berlaku adalah Amandemen 2002 yang bersemangat demokrasi liberal maka Indonesia terancam pecah. “Untuk itu jangan sampai keburu (pecah) bangsa kita ini tercabik-cabik dan (bisa saja) muncul perang saudara,” tandasnya.

Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan