Jakarta, aktual.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama jaringan Walhi daerah, yakni Walhi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, resmi melaporkan 29 korporasi yang diduga terlibat dalam korupsi sumber daya alam (SDA) sekaligus kejahatan lingkungan berskala masif ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Dalam laporan yang diserahkan Kamis (3/7), Walhi menyebutkan bahwa dugaan korupsi dan perusakan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan tersebut telah menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp200 triliun.
“Kami melaporkan kembali 29 korporasi penjahat lingkungan yang diduga merugikan negara dan masyarakat, mulai dari perusahaan tambang nikel, perkebunan sawit, hingga PLTU,” ujar Fanny Trijambore, Kepala Kampanye Eksekutif Nasional Walhi.
Adapun rinciannya, laporan tersebut mencakup, 6 perusahaan tambang nikel, 8 perusahaan tambang mineral batuan, 2 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara, 6 perusahaan perkebunan sawit, 1 perusahaan smelter nikel, 1 perusahaan kehutanan, 1 perusahaan real estate, dan 1 perusahaan perkebunan komoditas lain.
Menurut Fanny, modus yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut umumnya serupa: memanfaatkan celah kebijakan untuk mempermudah perizinan, melemahkan penegakan hukum, serta menyingkirkan hak-hak masyarakat lokal. “Kerugiannya sangat besar, bahkan kerusakan ekologis akibat eksploitasi ini nyaris tidak bisa dipulihkan,” tegasnya.
Direktur Walhi Sulawesi Tenggara, Andi Rahman, menyoroti kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena dan Pulau Wawonii sebagai contoh nyata lemahnya perlindungan negara terhadap ruang hidup rakyat. “Selain kerugian negara, kita bicara tentang hilangnya hak dan ruang hidup masyarakat. Negara tidak boleh membiarkan impunitas korporasi terus berlangsung,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, menambahkan laporan khusus terkait enam anak perusahaan perkebunan sawit milik Astra Agro Lestari (AAL) yang beroperasi di Morowali Utara, Poso, dan Donggala. Ia menyebut adanya indikasi maladministrasi izin, gratifikasi, dan konflik agraria dengan warga setempat. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Agro Nusa Abadi, PT Sawit Jaya Abadi 1 dan 2, PT Rimbun Alam Sentosa, PT Lestari Tani Teladan, dan PT Mamuang.
Uli Arta Siagaan, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Eksekutif Nasional, menegaskan bahwa korporasi yang dilaporkan bergerak lintas sektor — dari tambang emas, tambang nikel, perkebunan sawit, hingga sektor properti dan energi. “Kami mencatat total kerugian mencapai Rp200 triliun akibat praktik ilegal, perusakan hutan, hingga pembongkaran kawasan lindung,” ungkap Uli.
Walhi mengapresiasi Kejaksaan Agung yang menerima laporan mereka dengan baik dan menyatakan komitmennya untuk memilah serta menindaklanjuti laporan tersebut melalui jalur Pidana Umum, Pidana Khusus, maupun Satgas Penertiban Kawasan Hutan.
“Kami berharap proses hukum berjalan secara transparan, terbuka, dan partisipatif. Tidak boleh ada lagi impunitas bagi para pelaku kejahatan lingkungan,” pungkas Uli.
Sebagai informasi, ini bukan kali pertama Walhi melaporkan kejahatan lingkungan ke penegak hukum. Pada Maret 2025 lalu, mereka juga melaporkan 47 perusahaan lain ke Kejaksaan Agung, dan menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus-kasus korupsi SDA di Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano