Washington DC, Aktual.com – Baru tiga Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin, dan mengaku melakukan pembicaraan yang panjang dan produktif terkait prospek perdamaian Rusia – Ukraina. Namun mendadak Wakil Presiden AS JD Vance mengancam mengerahkan aksi militer menyerang Rusia.
Hal itu disampaikan Vance dalam sebuah wawancara dengan surat kabar terkenal Wall Street Journal pada Kamis (14/2). Dalam pernyataannya Vance mengancam Vladimir Putin bahwa pihaknya dapat melakukan sanksi ekonomi maupun aksi militer untuk menyerang Rusia, jika negeri ”beruang putih” itu menolak kesepakatan damai dengan Ukraina, serta menjamin kemerdekaan jangka panjang bagi Kyiv.
”Ada alat-alat ekonomi yang bisa memberikan pengaruh, dan tentu saja ada alat-alat militer yang bisa memberikan pengaruh, yang bisa digunakan AS untuk melawan Putin. Ada sejumlah formulasi, konfigurasi. Namun kami peduli dengan Ukraina yang memiliki kemerdekaan berdaulat,” tegas Vance, dilansir dari India Times dan Moscow Times.
Terkait pernyataan Trump yang tidak mendukung keanggotaan NATO untuk Ukraina. JD Vance
mengatakan kalau Trump dapat berubah pikiran tergantung pada bagaimana negosiasi berlangsung.
”Presiden Trump dapat mengatakan, lihat, kami tidak menginginkan hal ini, kami mungkin tidak menyukai hal ini, tetapi kami bersedia untuk mengembalikannya ke meja perundingan jika Rusia tidak menjadi mitra negosiasi yang baik, atau ada hal-hal yang sangat penting bagi Ukraina yang mungkin ingin kami batalkan,” tuturnya.
Terkait pernyataan Vance yang akan mengambil opsi militer untuk menyerang Rusia jika Moskow menolak kesepakatan damai. Pihak Rusia langsung meminta agar Wapres AS itu segera mengklarifikasi pernyataan ancamannya itu.
Dilansir dari India Times, juru bicara Istana Kremlin Dmitry Peskov menekankan bahwa pernyataan Wapres AS JD Vance mewakili elemen baru dalam kebijakan AS sekaligus mendorong Moskow untuk mencari rincian lebih lanjut.
Dmitry Peskov juga menegaskan kalau pernyataan Vance itu tidak pernah disebutkan dalam pembicaraan Rusia-AS sebelumnya. ”Kami belum pernah mendengar formulasi seperti itu sebelumnya, mereka tidak mengungkapkan itu sebelumnya. Kami berharap menerima klarifikasi lebih lanjut,” tandas Peskov.
Untuk diketahui, pada Rabu (12/2) lalu, Trump dan Putin melakukan pembicaraan melalui telepon selama 1,5 jam. Di akun media sosialnya, Trump mengatakan kalau dirinya telah melakukan percakapan yang panjang dan sangat produktif dengan Putin untuk mencapai sebuah kesepakatan. Keduanya ingin menghentikan perang Rusia dan Ukraina yakni melakukan negosiasi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
”Kami membahas Ukraina, Timur Tengah, Energi, Kecerdasan Buatan, kekuatan Dolar, dan berbagai topik lainnya,” kata Trump di Truth Social.
Ia juga mengatakan mereka masing-masing berbicara tentang kekuatan negara mereka dan manfaat besar yang akan mereka peroleh jika suatu hari nanti bekerja sama. ”Namun pertama-tama, seperti yang telah kita sepakati bersama, kita ingin menghentikan jutaan kematian yang terjadi dalam Perang dengan Rusia-Ukraina. Presiden Putin bahkan menggunakan motto kampanye saya yang sangat kuat, akal sehat. Kita berdua sangat meyakini hal itu,” kata Trump lagi.
”Kami sepakat untuk bekerja sama dengan sangat erat, termasuk saling mengunjungi negara masing-masing. Kami juga sepakat agar tim kami masing-masing segera memulai negosiasi, dan kami akan mulai dengan menghubungi Presiden Zelensky, dari Ukraina, untuk memberitahunya tentang pembicaraan tersebut, sesuatu yang akan saya lakukan sekarang,” pungkasnya.
Namun tampaknya, semua yang disampaikan Trump akan kandas akibat ancaman wakilnya yang secara sembrono mengatakan akan mengambil aksi militer jika Putin menolak kesepakatan damai dengan Ukraina.
(Indra Bonaparte)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain