Jakarta, Aktual.co — Seorang pria bersenjata menembak satu orang warga Amerika hingga mati dan mencederai seorang lainnya di sebuah pom bensin di Riyadh, ibu kota Arab Saudi Selasa, dalam serangan yang jarang terjadi atas warga Barat di negara kerajaan itu.
Para korban itu bekerja di Vinnel Arabia, perusahaan patungan Amerika Serikat-Saudi yang menyediakan pelatihan bagi pasukan Pengawal Nasional Arab Saudi.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki membenarkan insiden tersebut dan mengatakan korban kedua yang juga warga Amerika menderita luka ringan.
Menyusul serangan dekat stadion sepak bola Raja Fahd itu, baku tembak terjadi antara pria bersenjata tersebut dan pasukan keamanan, kata seorang juru bicara polisi dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi SPA.
Penyerang itu cedera dan segera ditangkap, kata polisi, dengan mengatakan,”Kami mendengar bahwa dia warga Saudi yang dilahirkan di AS.” Polisi menyatakan mereka belum mengetahui apakah insiden tersebut dapat dilukiskan sebagai serangan “teroris”.
Tampak ceceran darah di tanah sekitar 1,5 meter dari pom bensin itu, kata seorang fotografer AFP.
Anak-anak memperlihatkan satu selongsong peluru keliber kecil yang mereka temukan di kawasan yang sama.
Empat jip polisi ditempatkan di jalan di luar pompa bensin yang ditutup.
Penembakan Selasa merupakan serangan mematikan pertama atas warga Barat di Arab Saudi sejak beberapa orang terbunuh dalam serangkaian kekerasan Al Qaida antara 2003 dan 2006.
Hal itu terjadi pada saat Arab saudi ikut serta dalam kampanye pimpinan AS melakukan serangan terhadap pengikut kelompok Negara Islam di Suriah.
Tapi belum segara ada indikasi kaitannya antara serangan tersebut dan kampanye yang telah berlangsung tiga pekan.
Pilot-pilot Saudi yang berperan serta dalam serangan-serangan awal akhir September terhadap IS menerima ancaman-ancaman mati di jejaring internet.
Halaman Vinnel Arabia mengatakan perusahaan itu “didedikasikan untuk menyediakan pelatihan, logistik dan dukungan militer bagi Pengawal Nasional Saudi, menggunakan pengalaman dari mantan personel pemerintah dan militer AS.