Warga melakukan ritual syukuran di atas kapal tradisional phinisi yang telah selesai dibuat di pusat pembuatan kapal phinisi di Kampung Tana Beru, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Minggu (31/1). Ritual syukuran tersebut dilakukan sebelum pelepasan kapal phinisi ke laut. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Indonesian National Shipowners Asociation (INSA) Sulawesi Selatan akan memimpin 18 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) lainnya untuk menghadap ke Kementerian Perhubungan menyerahkan petisi penolakannya terhadap Permenhub Nomor 11 tahun 2016 tentang Keagenan Kapal.

“Pekan ini, saya akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Dirjen Hubla di Kemenhub. Saya membawa rekomendasi dari 18 DPC yang menolak Permenhub 11 tahun 2016 ini,” tegas Sekretaris INSA Sulsel Hamka di Makassar, Selasa (1/3).

Dia mengatakan, alasan utama dari penolakannya itu karena dikhawatirkan bisa membuka peluang pendirian perusahaan keagenan kapal secara masif tanpa beorientasi pada profesionalisme pelaksanaan penanganan/pelayanan keagenan.

Hamka mencontohkan, dalam Permenhub Nomor 11 tahun 2016 ini, bagi para perusahaan atau pengusaha yang tidak memiliki kemampuan manajemen dan pemahaman mumpuni dalam bisnis perkapalan ini bisa menjadi agen.

Karena menurutnya, persyaratan dalam Permenhub itu sangat mudah dan tidak terlalu sulit yakni hanya dengan menyertakan print jumlah tabungan sebesar Rp1,2 miliar, kemudian punya tata laksana serta kantor sudah bisa menjadi agen perkapalan.

“Implementasi beleid ini bisa membuka peluang pendirian perusahaan keagenan kapal secara masif tanpa beorientasi pada profesionalisme pelaksanaan penanganan/pelayanan keagenan. Maaf saja, untuk menjadi agen ini tidak perlu jadi pengusaha perkapalan karena syaratnya sangat mudah,” katanya.

Hamka mengatakan, pekan ini pihaknya akan menyerahkan petisi penolakan terhadap beleid tersebut kepada Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, sekaligus mempertegas penolakan industri jasa pelayaran atas Permenhub Nomor 11 tahun 2016 tersebut.

Dia juga menegaskan jika dirinya bersama 18 DPC se-Indonesia itu sudah membahas permasalahan beleid ini. Pihaknya berharap agar ada kontrol yang menyeluruh termasuk dalam jasa keagenan kapal tersebut.

Hamkanmenjelaskan dalam beleid itu membuka peluang yang lebih luas kepada swasta untuk menjalankan usaha keagenan kapal di Indonesia tanpa harus mengantongi surat izin usaha perusahaan angkutan laut (SIUPAL).

Selain itu, regulasi ini berpotensi membuat pengawasan terhadap kapal asing menjadi longgar, terlebih lagi perizinan untuk jadi perusahaan keagenan jadi sangat mudah.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka