Jakarta, Aktual.com — Pakar Bahasa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Mahsun mengatakan, bahwa Bahasa Indonesia merupakan benang pengikat dalam membangun nasionalisme Indonesia.

“Hal itu bisa dilihat dari kesadaran akan pengakuan atas kesatuan Tanah Air yaitu Tanah Air Indonesia, meskipun terdiri atas tidak kurang dari 17.508 pulau dan terdiri dari 659 suku bangsa. Suku-suku bangsa tersebut direkatkan dengan bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia,” ujar Mahsun di Jakarta, Rabu (23/12).

Sebelumnya pada Selasa (22/12) malam, Mahsun meluncurkan bukunya ketiga belas yakni Indonesia dalam Perspektif Politik Kebahasaan.

Dia menambahkan, para perekayasa bahasa melalui institusi kebahasaan pada kisaran tahun 1970-an sampai dengan tahun 1988, banyak menyerap kosakata Bahasa Jawa dan muncullah kritikan yang cukup pedas dengan lantang menolak dominasi Bahasa Jawa.

“Masyarakat menganggap terjadi proses penjawaan dalam Bahasa Indonesia. Kritikan tersebut menggambarkan tolakan dominasi suku bangsa tertentu dalam membangun ke-Indonesiaan,” jelas dia.

Dengan demikian, unsur suku bangsa tidak mungkin menjadi fondasi dalam membangun nasionalisme Indonesia. Begitu pula dengan agama, ada banyak negara bangsa yang menjadikan agama sebagai elemen pengikat nasionalismenya.

“Contohnya Iran, memberikan atribut agama pada nama negaranya menjadi Republik Islam Iran dan menjadikan agama Islam sebagai fondasi dalam membangun nasionalisme negara bangsanya.”

Namun, para pendiri bangsa tidak memasukkan unsur agama dalam nama negara. Pengalaman sejarah ketika rumusan sila pertama Pancasila di dalam Piagam Jakarta yang berbunyi, “Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya”, minta dihapus sehingga muncullah bunyi Pancasila seperti dikenal sekarang, “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

“Itu merupakan pelajaran berharga pada bangsa. Jadi sehebat apapun gerakan yang ingin mengubah fondasi nasionalisme Indonesia atas dasar agama pasti akan mendapat tolakan yang kuat,” terang dia.

Bahasa Indonesia sebagai fondasi dalam membangun negara bangsa Indonesia terlihat dari kesadaran akan pengakuan atas kesatuan Tanah Air.

Tak hanya Indonesia, sejumlah negara seperti India, Pakistan, dan Tiongkok merupakann contoh negara yang menjadikan bahasa sebagai fondasi dalam membangun semangat kebangsaan.

India dan Pakistan berusaha membedakan diri satu sama lain dengan menyatakan bahwa penutur Bahasa India dan Pakistan merupakan penutur bahasa yang berbeda. Padahal, secara sosiolinguistik di antara mereka jika terjadi komunikasi satu sama lain dengan menggunakan bahasa masing-masing masih terdapat pemahaman timbal balik.

“Namun, karena pada 1947 mereka berpisah menjadi negara bangsa yang berbeda, bahasa yang sama dibedakan demi identitas yang berbeda,” tutur Mahsun.

Artikel ini ditulis oleh: