AppleMark

Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo meminta Kementerian ESDM mengkaji pungutan dana ketahanan energi menyusul sejumlah kritik terkait kebijakan bakal diterapkan per 5 Januari mendatang.

Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian menyatakan rencana pemungutan Rp 200.- untuk Premium dan Rp 300,- kepada masyarakat yang menggunakan premium dan solar oleh Menteri ESDM Sudirman Said tidak tepat.

“Pungutan itu tidak tepat dan menyakitkan, keputusan ini akan menyakitkan rakyat kecil pengguna solar dan sebagian pengguna Premium,” ujar Ramson saat dihubungi di Jakarta, Kamis (31/12)

Ramson mengatakan pemerintah sekarang sungguh tega, sebab dengan harga minyak mentah (crude oil) dipasar global sekitar USD 38.- per barel pun untuk harga premium per liter ditambah biaya angkut/tanker, biaya refinery, biaya depo, biaya angkut ke spbu, margin spbu, keuntungan pertamina dan pajak serta pajak harga Rp 6.000,- per liter pun sudah tinggi. Apalagi, Harga Premium mau ditetapkan Rp 6.950,- perliter kemudian masih ditambah lagi biaya pungutan Rp 200,- per liter.

Untuk itu, ia menilai presiden sudah tepat memerintahkan kementrian ESDM.

“Saya pikir perintah Presiden untuk mengkaji ulang sudah tepat, karena rencana menteri ESDM itu tidak tepat dan bisa membahayakan posisi Presiden Jokowi,” katanya

Lebih lanjut, Politisi Partai Gerindra ini menilai Menteri ESDM mengkambing hitamkan UU Energi sebagai alasan pemungutan tidak tepat. Ramson menjelaskan UU Energi NO 30/thn 2007 pasal 30 ayat 2 jelas bahwa sumber dana pengembangan energi terbarukan dari APBN dan APBD serta swasta.

“Kalau pemerintah mempunyai rencana dan program pengembangan energi terbarukan jelas harus melalui mekanisme APBN dan APBD, tidak bisa seenaknya melakukan pungutan diluar APBN dan APBD, dan kalau swasta yang membuat rencana dan program pengembangan energi terbarukan sendiri, dengan membangun projek projek untuk energi terbarukan jelas dananya dari swasta,” jelas Ramson

Memang, lanjutnya, di pasal 30 ayat 3 dijelaskan bahwa pengembangan energi terbarukan diupayakan dari dana energi tidak terbarukan, itu jelas dilakukan dari energi tidak terbarukan yang di explore atau di gali dari Bumi Indonesia. Dan selama ini, kata Ramson, sudah ada PNBP Minyak dan Gas di APBN.

“Dari penerimaan itulah untuk dibagi sebagian menjadi anggaran pengembangan energi terbarukan.
Dan bisa saja ditambah bahagian pemerintah dari para kintraktor minyak untuk Minyak dan Gas dari Bumi Indonesia sebagai dana untuk pengembangan energi terbarukan,”

“Bukan memungut uang dari Masyarakaat Rp 200,- dan Rp 300. per liter Premium dan Solar yang telah kena Pajak,” ungkapnya

Ramson khawatir menteri ESDM kurang memahami maksud pasal 30 ayat 3 UU Energi soal dana dari energi tidak terbarukan untuk pengembangan energi terbarukan. Itu juga dikhawatirkan berakibat rakyat semakin antipati pada Presiden Jokowi.

“Kalau Menteri ESDM ngotot melakukan pungutan tersebut pada tgl 5 Januari 2016 dengan hanya berlandaskan keputusan atau peraturan Menteri ESDM, jelas akan melanggar hukum, melanggar UU no 20 thn 1997 tentang PNBP dan UU Keuangan Negara,” tegasnya

Selain itu, sambung Ramson, kalau pungutan itu dilanjutkan Menteri ESDM bisa mendapat proses hukum karena melanggar UU PNBP.

“Kalau Pemerintahan Jokowi ingin memaksa pungutan Rp 200. Dan Rp 300.- per liter dari rakyat pengguna premium dan solar bisa dilakukan dengan mengeluarkan satu PP (Peraturan Pemerintah) khusus mengenai pungutan itu, dan ditandatangani oleh Presiden Jakowi.
Tapi apa Presiden Jokowi tega melakukannya ?,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: