Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha mengakui adanya keterlambatan dalam proses program legislasi, khususnya terhadap dua ketentuan Undang-Undang (UU) yang menjadi inisiatif DPR RI, yakni UU Minerba dan Migas.

“Di tahun 2015 ini kita akui mengalami kertelambatan proses program legislasi, karena UU Minerba dan Migas yang awalnya masuk dalam Prolegnas 2015, namun belum bisa diselesaikan hingga hari ini, dan kami berhasil memasukan dua UU itu untuk menjadi prioritas agar dapat dikerjakan pada 2016,” kata Satya saat menyampaikan kinerjanya selama 1 tahun memimpin komisi bidang energi, di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (31/12).

Satya mengatakan bahwa revisi UU Minerba dipandang sangat penting sehingga menjadi inisiatif DPR RI. Ia pun tidak menampik, jika sejumlah isu energi yang terjadi di 1 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, lantaran antara ketentuan dan implementasi tidak berjalan beriringan.

“Isu yang terjadi di 2015 lebih didasarkan atas implementasi UU, terutama UU Minerba, dalam UU itu tercantum bagaimana kita melakukan perubahan dari pada rezim kontrak menjadi rezim perijinan, lantas mekanisme perpanjangan setiap kontrak, yang harus diikuti Peraturan Pemerintah (PP) yang harus konsisten terhadap bunyi dari UU itu,” papar politikus Golkar itu.

Bahkan, sambung Satya, banyak dari UU Minerba yang tidak dijalankan oleh industri dan pemerintah, dan ini harus diperbaiki kedepannya karena sebuah UU tentunya harus dipatuhi dan dijalankan.

“Salah satu item itu, adalah ketentuan membangun semelter atau proses pemurnian yang deadlinenya 31 Desember 2014, jadi sudah 1 tahun tepat, dimana semua industri Minerba harus melakukan pemurnian di dalam negeri. Tetapi yang terjadi ada proses negosiasi yang harusnya proses itu selesai 1 tahun sebelum UU minerba diundangkan, tapi kenyatannya proses negoisasi itu berjalan hingga hari ini,” sebut dia.

“Dan itu menjadi salah satu wujud UU Minerba tidak bisa dijalankan dengan baik,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang