Dilema Industri Tembakau Nasional (Aktual/Ilst.Nelson)
Dilema Industri Tembakau Nasional (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Produksi Industri Hasil Tembakau (IHT) ditentang oleh sejumlah pihak. Pasalnya, peraturan tersebut sangat merugikan masyarakat Indonesia dan terkesan hanya untuk memenuhi keinginan industri tanpa mempertimbangkan aspek dampak yang akan ditimbulkan.

Ketua Koalisi Rakyat Bersatu Melawan Kebohongan Industri Rokok, dr Kartono Muhammad mengungkapkan, peraturan kemenperin tersebut akan mendorong peningkatan jumlah produksi yang sangat signifikan yang tentunya akan berbahaya bagi Sumber Daya Manusia (SDM) indonesia kedepan.

“Kemenperin tersebut dikeluarkan tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan sebagai pertimbangan utama, padahal produk rokok adalah produk yang dapat mengakibatkan kesakitan, kematian dan kemiskinan yang berkelanjutan,” ungkap Kartono ke Aktual.com, Selasa (5/1).

Kartono menuturkan, selain peraturan tersebut meniadakan elemen pertimbangan kesehatan, dalam peraturan tersebut juga disebutkan target produksi jumlah batang rokok sebanyak 5-7 persen per tahun, atau menjadi 524,2 miliar batang rokok pada tahun 2020.

“Ini kan bahaya, jika dihitung-hitung, setiap harinya setiap warga negara secara rata-rata akan mengkonsumsi 40 batang rokok,” tuturnya.

Selain itu, menurut Kartono, peningkatan produksi rokok nantinya juga akan berdampak pada meningkatnya jumlah perokok tidak hanya perokok dewasa tetapi juga perokok pemula yaitu anak-anak dan remaja.

“Sehingga upaya pembangunan IHR dalam peraturan ini hanya dilihat dari aspek kapitalisasi saja tanpa melihat aspek keberlanjutan dan dampak yang ditimbulkan,” katanya.

Olehnya itu, Kartono meminta kepada Kemenperin untuk segera mencabut permenperin tersebut. Karena dianggap hanya akan merugikan khususnya bagi kesehatan generasi masa depan.

“Jadi saat in kami telah mengirim surat somasi ke Kemenperin untuk melakukan pencabutan atas aturan tersebut. Karena ditinjau dari berbagai aspek sangat merugikan,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan