Jakarta, Aktual.com – Dua penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor dan Obed, seorang mahasiswa bernama Hasyim dan 23 buruh, diputus tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

26 terdakwa ini dinilai tidak melakukan tindak pidana saat mengikuti unjuk rasa terkait penolakan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 30 Oktober 2015, di sekitaran Istana Negara, Jakarta.

“Majelis Hakim PN Jakpus, pada hari ini memutuskan untuk membebas Tigor dan Obed, Hasyim dan 23 buruh yang melakukan aksi pada 30 Oktober 2015,” papar anggota LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa dalam keterangan persnya, Selasa (22/11).

Menurut Alghiffari, dalam putusannya Majelis Hakim juga menyatakan agar 26 terdakwa ini direhabilitasi namanya. Sebab Majelis melihat, kericuhan yang terjadi menjelang aksi pada 30 Oktober 2015 berakhir, justru dipicu oleh tindakan aparat.

“Hakim berpendapat, buruh telah melakukan aksi dengan telah memenuhi syarat sesuai undang-undang. Aksi dilakukan dengan damai, tidak merusak dan dalam rangka mengupayakan sebuah keadilan dalam kebijakan. Justru aparat Kepolisian yang melakukan kesalahan dengan melakukan pendekatan represif,” paparnya.

Selain itu, menurut Majelis, aparat keamanan di bawah Komando Hendro Pranowo sebagai Kapolres Jakarta Pusat membubarkan dengan cara tidak layak, merusak mobil atau properti buruh, merampas dan menghilangkan barang-barang, bahkan melakukan kekerasan kepada peserta aksi.

“Peserta aksi buruh sebenarnya sudah mentaati himbauan Kapolres, dan mobil komando pun sudah bergerak mundur meninggalkan lokasi, namun bergerak lambat karena terhalang peserta aksi yang kacau karena gas air mata,” jelas Alghiffari.

“Justru aparat Kepolisian yang kemudian membuat kekacauan dan melakukan tindakan berlebihan, aparat yang menggunakan kaos tertulis ‘Turn Back Crime’ memburu dan menangkap peserta aksi yang ada di dekat dan di dalam mobil komando,” timpalnya.

Lebih jauh disampaikan, Majelis pun berpendapat bahwa upaya buruh dalam menyampaikan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi UU, konstitusi dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Hakim juga memutuskan bahwa unsur-unsur yang ada dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terpenuhi. Dimana dalam persidangan tidak terungkap adanya unsur kesengajaan melawan aparat.

“Tigor, mewakili rekan lainnya menyatakan terima kasih atas putusan ini, dan juga berterimakasih atas dukungan semua,” tutup Alghiffari.

Untuk diketahui, 26 orang yang ikut dalam aksi pada 30 Oktober 2016 didakwa telah melakukan perlawanan terhadap aparat. Mereka disangka melanggar Pasal 216 dan 218 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby