Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy memastikan pihaknya dan pemerintah akan menyepakati Revisi Undang-Undang Pilkada pada akhir bulan Mei mendatang.

Sebab, pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, masih ingin berkonsultasi beberapa poin pembahasan revisi tersebut kepada presiden. Salah satunya, masalah pencalonan perseorangan atau independen.

“Sudah konsinyering antara komisi II dan pemerintah, pak Tjahjo minta konsultasi dengan presiden sehingga kami sudah minta masukan dari pemerintah supaya pembahasan tidak dipaksa selesai 30 April. Kemungkinan jika dalam satu dua hari ini tidak berhasil menyepakati seluruh pasal bisa di tunda sampai 29 Mei. Karena kita kan Jumat penutupan sidang jadi belum bisa selesaikan,” ujar Lukman dalam Diskusi Forum Legislasi bertema “Revisi UU Pilkada” di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/4).

Lebih lanjut, Lukman mengungkapkan ada beberapa isu yang akan dikonsultasikan pemerintah kepada presiden. Pertama, soal calon independen.

“Sebenarnya pemerintah dan komisi II sebenarnya sudah hampir mencapai kesepakatan. Pemerintah ingin syarat independen tetap yakni 6,5 hingga 10% karena ini angka psikologi publik, kalau ikut gerindra yakni flat 10% sebenernya angka akhirnya sama, tapi tidak masuk psikologi publik tadi karena ada perubahan angka. Kita bisaterima 6,5,” ungkap Lukman.

Namun, karena UU ini asasnya keadilan dan kesetaraan pemerintah diminta meng-exercise jumlah dapat tertinggi, lalu ditemukan 15% untuk parpol. Paling adil dan setara walaupun tidak apple to apple independen 6,5-10%, parpol 15-20%. Pemerintah pun sampai saat ini setuju tapi dikonsultasikan ke presiden terlebih dahulu.

Kedua, lanjut Lukman, yakni soal ketentuan mundur atau tidak mundur bagi calon kepala daerah yang tengah menjabat sebagai anggota DPR/DPRD, PNS, TNI dan Polri. Lukman mengatakan pihaknya menawarkan sebuah norma baru dalam UU tersebut. Merujuk pada pasal 38 ayat 3 UUD 45 bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mencalonkan diri dalam pilkada, dan duduk dipemerintahan.

“Kita simpulkan setiap warga negara berhak memilih dan dipilih sebagai kepala daerah. Yang melarang apa? UU masing-masing. Misal TNI, di UU TNI tidak boleh politik praktis, polri juga tidak boleh berpolitik praktis, UU ASN juga jelas tidak boleh PNS mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Nah, bagaimana seandainya UU ASN ini dicabut, bagaimana apa lewat UU ASN atau dicabut lewat UU pilkada ini,”

“Mundurnya PNS bisa diatur dalam UU pilkada, tapi mendagri tidak mau, silahkan cabut di UU ASN. Sedangkan menpan-rb juga tidak mau karena ini menyangkut reformasi birokrasi. Jadi UU masing-masing yang mengaturnya. Yang penting UU pilkada ini tidak memberlakukan secara diskriminatif,” jelas politisi PKB itu.

Kemudian yang terakhir, adalah persoalan money politic. Lukman menuturkan pemerintah dan komisi II sepakat ada mainstream baru yakni anti money politic. Yaitu, pasangan calon dan tim sukses ke pemilih dan pasangan calon dan tim sukses ke penyelenggara pemilu.

“Karena selama ini hanya mengatur ke pemilih, tidak berlaku ke penyelenggara pemilu. Kita masukan money politic masuk pelanggaran pidana dan administratif. Maka berimplikasi pada diskualifikasi paslon,” katanya.

Lukman menambahkan, yang memberikan rekomendasi pemberian sanksi yakni Badan Pengawas Pemilu.

“Kita tambahkan kewenangan bawaslu untuk memberikan rekomendasi kepada KPU atas pelanggaran money politic sebagaimana DKPP. Kita sebenarnya ingin lebih ekstrim lagi, mengadili pelanggaran administratif, tapi pemerintah dicari jalan tengah karena masih ragu kewenangan mengadili dan lagi namanya badan pengawas.”

Artikel ini ditulis oleh: