Jakarta, Aktual. com – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Papua menyebut adanya dua suku di Papua yang menjadi korban langsung akibat pengerukan kekayaan SDA oleh Freeport di tanah Papua. Dua suku yang menjadi korban akibat eksploitasi penambangan yang sudah dilakukan selama 50 tahun adalah suku Amungme dan Kamoro.

WALHI Papua pun menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi kedua suku tersebut. “Karena perusahaan ini setelah bekerja selama 50 tahun atau setengah abad, belum (dapat) menjawab ketentraman dan kenyamanan batin dari sebagian besar anggota masyarakat Suku Amungme dan Kamoro yang menjadi penerima dampak langsung dari aktifitas PT Freeport,” jelas anggota WALHI Papua, Aiesh Rumbekwan melalui rilis yang diterima Aktual, Jum’at (24/2).

Bagi Aiesh, proses eksploitasi tambang yang dilakukan oleh PT Freeport dan juga pemerintah Indonesia tidak pernah memperdulikan suku Amugme dan Kamoro, terutama menyangkut hak-hak ekonomi dan sosial bagi keduanya. PT Freeport, disebut Aiesh telah menggali dan membuang tanah yang ada di gunung tanah ulayat adat suku Amungme serta mengambil biji-biji tembaga, emas, dan membuang tanah (B3) sebagai tailing dari ulayat Amungme masuk ke ulayat adat Kamoro.

“Hal ini menjadi semakin nyata bahwa baik suku Amungme maupun Kamoro telah dan sedang masuk dalam catatan sejarah dunia pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh PT. Freeport dan atau pemerintah Indonesia terhadap hak-hak ekonomi dan social budaya (ecosob) kedua suku tersebut,” tambahnya.

Karena itu Aiesh sendiri berharap dalam perundingan antara PT Freeport dan pemerintah Indonesia haruslah terdapat muatan perbaikan lingkungan. Ia pun mempertanyakan pihak mana yang akan menanggung pemulihan lingkungan jika kontrak antara PT Freeport dihentikan oleh pemerintah.

“Hal ini menjadi keprihatinan kami oleh karena bilamana tak ada solusi untuk mendamaikan pemerintah Indonesia dan PT. Freeport, maka lembaga mana yang akan bertanggungjawab memperbaiki kerusakan lingkungan selama sekian tahun,” pungkasnya.

Laporan: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Teuku Wildan
Editor: Andy Abdul Hamid