Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai tahun 2016 dengan formasi pimpinan baru. Dilantik 21 Desember 2015, pekerjaan rumah dari tahun lalu masih menanti. Kasus pembelian lahan RS Sumber Waras salah satunya. Diduga bisa menyeret Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan merugikan negara hingga Rp191 miliar. Sumber Waras jadi sorotan.
Pimpinan anyar KPK tiba di saat ‘bola’ sudah disodorkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Di 7 Desember 2015, BPK sudah penuhi permintaan pimpinan lama lembaga antirasuah. Selama 80 hari, pembelian lahan 3,6 hektar yang masuk APBD-P DKI 2014 dikaji lebih mendalam lewat audit investigasi BPK. Hasilnya, enam dugaan penyimpangan ditemukan. Mulai tahap perencanaan, penganggaran, pembentukan tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, sampai dengan penyerahan hasil. Temuan tidak jauh berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK untuk APBD-Perubahan DKI 2014. Salah satu petinggi BPK, mengatakan, “Fakta tidak jauh berbeda, tapi investigasi lebih mendalam.”
Diingatkan kembali, bukan tanpa sebab KPK minta BPK lakukan audit investigasi. Pimpinan lama KPK mengatakan, kajian dibutuhkan jika mau memulai penyelidikan tiga laporan kasus Sumber Waras. Ya ada tiga laporan. Pertama, tanggal 20 Agustus 2015, dilayangkan pemerhati Ibu Kota Amir Hamzah. Kedua, tanggal 27 Agutus 2015, laporan seorang warga Jakarta, Sugianto. Ketiga, 30 Oktober 2015, laporan disodorkan Panitia Khusus (Pansus) kasus Sumber Waras DPRD DKI. Wakil Ketua DPRD DKI Abraham (Lulung) Lunggana datang ke Gedung lama KPK, mewakili pansus menyampaikan laporan.
Permintaan KPK sudah dipenuhi. Wajar jika publik menunggu. Alasan baru sekitar dua minggu duduki kursi pimpinan, tidak akan begitu mudah meredam batas sabar publik. Langkah cepat para panglima lembaga kesohor pemberantas korupsi begitu dinanti. Lebih pada tuntutan pembuktian, ketimbang penantian tanpa batas sabar. Sebagai bukti kesungguhan, niat atau tidaknya pentolan KPK yang baru mengendus dugaan adanya kerugian negara dan indikasi korupsi di pembelian Sumber Waras senilai hampir Rp800 miliar. Sekarang, ‘bola’ sudah di KPK.
Jika kasus ini terlalu lama sunyi tanpa kejelasan, akan ada banyak pihak yang dirugikan. Akan ada banyak rumor berkembang. Sebagian besar dari kita tentu tidak ingin itu terjadi.
Sekedar catatan pengingat. Di awal BPK disebut tendensius oleh sang Gubernur Ahok ketika menyebut adanya dugaan kerugian negara di pembelian Sumber Waras. Hingga ancaman dilapor ke badan etik. Juga tudingan jika mencuatnya kasus ini dilatarbelakangi kepentingan politis. Mengingat Ahok merupakan calon kuat untuk ikut di pertarungan Pemilu Gubernur DKI 2017. Urusan jegal menjegal dituding jadi alasan. Sangat masuk akal.
Di pihak lain, reputasi KPK bakal jadi bulan-bulanan cemooh publik jika membiarkan perjalanan penyelidikan bertele-tele. Ingatan publik masih belum kering untuk kasus Century yang berbelit. Apa iya kasus Sumber Waras mungkin berakhir sama? Apa iya di awal tahun shio Monyet Api ini harapan publik harus padam terlalu cepat? Jika itu terjadi, tentu sangat tidak masuk akal.
Secara sederhana, publik menunggu KPK memberi kepastian dari penyelidikan ada tidaknya kerugian negara dari pembelian lahan Sumber Waras. Ada tidaknya penyelewengan. Ada tidaknya tindak pidana korupsi dari kasus ini. Jika itu semua tidak terbukti, nyatakan segera, biar publik segera mencium tangan Ahok dan menyatakan permintaan maaf sudah berburuk sangka.
Juga biar publik bisa segera mendorong BPK untuk segera perbaiki jajarannya, para auditor yang ternyata tidak kompeten dan membuat kajian yang meleset. Saya rasa, publik rela melakukan itu. Asal, KPK melakukan penyelidikannya dengan tulus tanpa pengaruh ‘angin luar’.
Dan jika temuan KPK ternyata senada dengan temuan BPK, itu lain cerita. Buatlah terang benderang. Karena nalar publik tidak lagi mudah menerima ketidakjelasan, lelah tepatnya. Dan kesabaran tentu saja ada batasnya. Semoga petinggi KPK yang baru bisa memahami. Selamat Tahun Baru 2016!
Artikel ini ditulis oleh: