Jpeg

Banda Aceh, Aktual.com — Profesi penembak runduk (atau ‘sniper’) umumnya dilakukan oleh laki-laki atau yang identik dengan hal maskulin, badan kekar, senjata besar dan pertempuran.

Namun, seorang wanita kelahiran Aceh Besar mampu mematahkan anggapan tersebut bahwa wanita pun mampu melakukan hal yang belum tentu laki-laki biasa sanggup melakukan, dan Nina hingga saat ini masih menjadi penembak runduk pertama di Kepolisian Daerah Aceh yang sangat ditakuti negara lain di dunia.

Memiliki nama lengkap Bripda Nina Oktoviana, lulusan Sepolwan 2013, telah tergabung di pasukan elite Satuan Gegana Brimob yang dipilih oleh Kepala Satuan Brimob Polda Aceh, Kombes Pol Norman Widjajadi.

Wanita berjilbab ini memilih masuk anggota kepolisian setelah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) daripada memilih karir lainnya.

“Menjadi Polisi wanita sudah menjadi cita-cita saya sejak kecil, dan saya juga yang memilih ditempatkan di satuan Brimob, alhamdulillah dikabulkan, karena sebelumnya saya tidak memahami pembagian di kepolisian,” tutur perempuan kelahiran 1993 tersebut, kepada wartawan.

Nina tidak serta merta menjadi penembak runduk, namun melalui tahap seleksi yang ketat dan latihan yang keras. Awalnya ia dilatih untuk menjadi seorang penembak jitu dalam kesatuan, tetapi seiring perkembangan kemampuannya, ia juga mulai berlatih sebagai penembak runduk.

Perbedaan dengan penembak jitu adalah, penembak jitu posisi tugasnya tergabung dalam satuan kelompok, memang tujuannya untuk memperpanjang jarak jangkauan kelompok tersebut.

Namun, penembak runduk bisa bertugas mendukung kelompok lain, tanpa harus dalam satuan tersebut. Kemampuan lainnya adalah mampu menyatu dengan lingkungan atau kamfulase guna menyamarkan keberadaanya.

Nina, masih mengasah kemampuan penembak runduk, dengan dasar sebagai penembak jitu.

“Bisa menembak, belum tentu bisa menjadi penembak runduk, karena memang harus memiliki kemampuan khusus, di antaranya, fokus, penguasaan alat, tenang, sabar dan fisik yang kuat guna menopang ukuran senjata yang berat,” paparnya.

Khusus penguasaan alat atau senjata, ia mempelajari detail-detail dari perlengkapan tempur, juga perawatan serta pengoperasiannya agar memahami kondisi baik ketika pertempuran.

Seorang penembak runduk harus bisa memperbaiki senjatannya sendiri karena bisanya tempat posisinya terpisah dengan satuan, sehingga sulit jika harus meminta bantuan anggota lainnya. Apalagi perannya adalah melumpuhkan target yang mempunyai posisi vital, misal, pimpinan teroris atau penjahat yang memiliki sandera.

Ia menjelaskan mendapat kemampuan menembak sejak masa pelatihan menjadi anggota kepolisian, kemudian diasah lagi dalam satuan khusus.

Tantangan Nina mengaku baru satu tahun ditugaskan menjadi penembak runduk sehingga masih memerlukan banyak pelajaran di lapangan dan teori, sebelumnya berlatih penembak.

Tugas lapangan masih belum jauh dari wilayah kemanan Aceh, khususnya Banda Aceh dan sekitarnya. Prestasi khusus belum dimiliki Nina, karena masih fokus pada latihan.

Namun, ia sering mendapat tugas pengamanan, diantaranya pengamanan pelantikan Gubernur Aceh pada tahun 2014. “Jika Presiden datang ke Aceh saya juga bertugas mengamankan, namun masuk dalam Wanteror Gegana Brimob Polda Aceh,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan tantangan terbesar menjadi penembak runduk wanita di anggota kepolisian adalah melatih mental dalam fokus terhadap sasaran target.

“Fokus menjadi hal yang terpenting, dan menembak sasaran orang adalah bukan hal mudah, namun itu adalah tugas kami dalam melindungi masyarakat,” ujarnya.

Ia membedakan kategori menembak target menjadi dua hal. “Saya tidak mau dianggap membunuh orang jika menembak sasaran, tapi lebih pada hal yang bersifat melumpuhkan,” tukasnya.

Jika target melumpuhkan sasaran maka bagian yang dibidik adalah bagian pinggang ke bawah, namun jika terpaksa bisa diarahkan kepada anggota tubuh yang vital.

“Demi melindungi masyarakat memang harus tega, karena itu sudah tugas yang tidak bisa ditawar,” tegasnya.

Namun, ia menjelaskan hingga saat ini belum pernah melumpuhkan target manusia secara langsung, karena masih melancarkan kemampuannya. Mengingat Nina sebagai wanita, ia menegaskan tidak ada perlakuan khusus dalam latihan, karena semua anggota mendapat porsi latihan yang sama.

Senjata Bripda Nina mengatakan pemilihan senjata Senapan Penembak Runduk (SPR 2) buatan PT. Pindad karena memang sesuai dengan kebutuhan, yang terpenting adalah lebih ringan dari jenis senjata yang lainnya pada kategori senjata penembak runduk. Senapan SPR 2 Pindad memiliki jarak tembak hingga 2 kilometer.

Dikutip dari laman resmi PT. Pindad, senjata SPR 2 memiliki kaliber 12,7 mm x 99 mm, panjang senapan 1.755 mm, berat keseluruhan 19,5 kg, panjang barel 1.055 mm, kapasitas peluru antara 5-10 butir.

“Rifling” atau alur spiral berulir pada bagian dalam laras senjata api ini yakni 8 grooves, RH 381 mm (15) twist. Kecepatan rata-rata lesatan peluru 900 meter per detik.

Keistimewaan SPR 2 dibandingkan dengan senapan negara lain adalah terletak pada jangkauan, ketepatan, dan silencer atau peredam suara hentakan dari tembakan.

Silencer yang dipasang bisa menurunkan hentakan suara tembakan sekitar 20-30 desibel. Senjata ini juga dilengkapi perangkat night vision dan teleskop dengan pembesaran ukuran 5-25 kali.

“Menurut saya SPR itu lebih ringan dan pas dengan ukuran fisik orang Indonesia, jadi lebih nyaman,” imbuhnya.

Ke depannya Nina berharap karir dan kemampuannya terus bisa diasah di kesatuan Brimob.

“Saya juga ingin menjadi penerjun, tapi tentunya setelah saya menyelesaikan dulu latihan dan kemampuan sebagai sniper atau penembak runduk,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara