Jakarta, Aktual.com — Kinerja dunia perbankan nasional di kuartal I-2016 bisa disebut mengalami posisi yang cukup mengkhawatirkan.

Dari beberapa data yang ada, selain tren rasio kredit macet atau non performing (NPL) yang menaik, laba-laba beberapa bank juga mengalami penurunan, sehingga dengan kondisi itu memaksa bank untuk meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk mengantisipasi rasio NPL yang makin tinggi.

Kondisi itu memang tengah masuk radar pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kendati di mata OJK hal itu masih dianggap belum mengkhawatirkan, namun pihak OJK terus berupaya untuk mengantisipasi agar jangan ada kenaikan NPL.

“Peningkatan NPL yang sedikit dari 2,7 persen ke 2,8 persen sudah dalam pemantauan kami. Kondisi itu terjadi karena sejalan dengan pelemahan ekonomi di mana kucuran kredit juga mengalami pelemahan,” tutur Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad, di sela-sela acara 41st Annual Meeting Islamic Development Bank (IDB) Group di JCC, Jakarta, Senin (16/5).

Seperti diketahui, hingga akhir Februari 2016 lalu besaran NPL gross industri perbankan meningkat menjadi 2,9 persen, sedangkan NPL net mencapai 1,5 persen. Padahal, sebulan sebelumnya NPL gross hanya 2,7 persen dan NPL net 1,4 atau meningkat dibandingkan posisi Desember 2015 yang masing-masing sebesar 2,5 persen (gross) dan 1,2 persen (net).

Kinerja yang menurun juga terlibat dari raihan laba industri perbankan nasional. Hingga Februari 2016, laba bersih perbankan mengalami koreksi tipis sebesar 0,66% secara tahunan (year on year) dari Rp18,06 triliun menjadi Rp17,94 triliun.

Sementara untuk pencapaian pengucuran kredit di kuartal-I 2016 relatif rendah hanya 8 persen, lebih rendah dari target OJK sebesar 14-16 persen.

Namun demikian, kata Muliaman, kondisi itu terjadi karena perlambatan ekonomi. Jika perkembangan ekonomi nasional membaik di tahun ini, maka akan diikuti permintaan kredit yang juga makin meningkat.

“Makanya, saya pikir di kondisi saat ini, NPL sebesar 2,8 persen masih jauh di bawah batas NPL 5 persen. Jadi bukan suatu isu,” kilah dia.

Bahkan, Muliaman juga mengklaim, perlambatan kinerja industri perbankan nasional hanyalah sebuah siklus perekonomian. “Itu memang siklusnya, di mana kondisi triwulan pertama memang kurang menggembirakan data-datanya,” cetus dia.

Muliaman juga tidak terlalu ambil pusing dari sikap perbankan yang mulai menggemukkan angka CKPN-nya dalam rangka mengantisipasi kinerja peningkatan NPL itu.

“(Penambahan CKPN) itu hanya sebagai sikap prudential biasa saja. Karena CKPN hanya menambah back up saja sekaligus langakah antisipasi,” kata dia.

Apalagi CKPN sendiri, kata dia, toh nantinya bisa dikembalikan lagi ke kas perusahaan, apalagi jika di kuartal ketiga akan terjadi perbaikan perekononian.

Makanya, Muliaman berharap, perkembangan ekonomi akan mulai membaik di kuartal II dan III 2016, sehingga dapat memicu peningkatan kredit perbankan yang pada akhirnya dapat menekan NPL agar lebih stabil lagi.

“Kami tetap optimis perkembangan ekonomi Indonesia akan baik di tahun ini. Artinya kalau perkembangan ekonomi nasional membaik, itu akan diikuti permintaan kredit yang makin meningkat,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka