Jakarta, Aktual.com – Mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, Faisal Basri menilai kebijakan Menteri BUMN, Rini Soemarno terkait holding energi PGN-Pertamina tidak tepat. Rencana ini selain banyak menabrak aturan hukum dan perbuatan tidak lazim di dunia korporasi dan investasi. Pasalnya, skema holding migas yang diajukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), bukanlah skema holding sesungguhnya, melainkan hanya sebatas aksi korporasi semata, yakni PT Pertamina (Persero) mengambil alih PT Perusahaan Gas Negara (Persero) atau PGN, dengan mekanisme inbreng saham.
“Cara inbreng dalam bentuk saham tidak lazim. Biasanya inbreng dalam bentuk aset, sumber daya manusia, dan uang tunai, namun sekarang Pertamina mencaplok PGN, kemudian anak usaha Pertamina yang baru dibentuk pada 2007 yakni PT Pertagas yang memiliki bisnis yang sama dengan PGN, akan dilebur,” kata Faisal dalam keterangan tertulis, Jumat (19/8).
Kemudian Faisal mempertanyakan; mengapa tidak menempuh opsi awal saja, yaitu PGN yang mengambil alih Pertagas. Padahal ungkap Faisal, rencana PGN mengambil alih Pertagas sebenarnya sudah dikaji sejak lama. Hal ini berawal dari keprihatinan Presiden atas harga gas di dalam negeri yang relatif mahal, terutama gas untuk industri. Lantas Presiden memerintahkan agar Pertagas (anak usaha Pertamina) diambil alih oleh PGN.
Bahkan sampai awal November 2015, skema PGN mengambil alih Pertagas masih hidup dan tercantum dalam Roadmap Sektor Energi Kementerian BUMN. Namun anehnya tiba-tiba Kementerian BUMN memunculkan skema induk BUMN energi yang tak lama kemudian berubah nama menjadi industri BUMN Migas (Holding Migas).
“Tapi, setelah Deputi Menteri BUMN yang membawahi BUMN (Edwin Hidayat) menjadi Wakil Komisaris Utama Pertamina pada 29 Maret 2016, roadmap yang pernah ia presentasikan pun tidak lagi jadi acuan, malah mengganti usulan dengan pembentukan holding migas,” celetuk Faisal.
Adapun yang menjadi alasan pokok bagi Faisal untuk menolak upaya holding ini yaitu dia menilai PGN merupakan perusahaan yang sehat dan tingkat eksternalitas (bermanfaat bagi masyarakat luas) dan efisiensi yang tinggi.
“PGN merupakan BUMN yang tidak ada masalah, tingkat efisiensinya tinggi, dan ekternalitasnya tinggi. BUMN seperti ini jangan diganggu, jangan digabung dengan yang masih sakit atau yang bisnisnya merupakan substitusi,” tegas Faisal. (Dadangsah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka