Jakarta, Aktual.com – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) memastikan akan memperkarakan ke jalur hukum jika pemerintah memaksakan kebijakan revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.

Sikap penolakan ini karena JATAM melihat upaya revisi itu akan memberikan penambahan tenggang waktu pembangunan smelter dan akan kembali melakukan izin perpanjangan relaksasi komoditas galian mentah yang bertentangan dengan UU Minerba No.4 Tahun 2009

“Sebenarnya PP No.1 Tahun 2014 ini telah bertentangan dengan UU Minerba, tapi dengan revisi ini semakin melanggengkan relaksasi dan semakin lama memberi waktu hilirisasi, maka tentu kami akan gugat,” kata Manager Kampanye JATAM, Ki Bagus Hadikusuma di Jakarta, Selasa (11/10).

Lebih jauh Bagus menjelaskan rangkaian pelanggaran atas UU Minerba dimulai sejak pemerintah menerbitkan Permen ESDM No.20 tahun 2013 yang memberikan waktu bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melakukan ekspor mineral mentah secara bersyarat hingga 12 Januari 2014.

Kemudian dilanjutkan dengan terbitnya PP No.1/2014 dan Permen ESDM No 1 tahun 2014 yang memberi kelonggaran ekspor mineral konsentrat hingga tahun 2017. Tidak hanya itu, pada tahun yang sama pemerintah juga menerbitkan Permen ESDM No 11 Tahun 2014 yang memberikan toleransi pelonggaran ekspor melalui persentase progres pembangunan smelter.

“Pada waktu itu dibikin salah satu syarat bagi perusahaan untuk mendapakan rekomendasi izin ekspor adalah progress pembangunan smelter hingga mencapai 60 persen,” tuturnya.

Terakhir tukasnya, pemerintah menerbitkan Permen ESDM No 5 tahun 2016 yang menghapus ketentuan syarat progress pembangunan smelter untuk mendapatkan perpanjangan ekspor mineral. Terbitnya aturan ini bertepatan dengan pengajuan perpanjangan ekspor konsentrat oleh PT Freeport Indonesia yang progress smelter-nya kala itu hanya mencapai 14 persen.

Dadangsah

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan