Anggota MPR RI dari Kelompok DPD, H. Al Hidayat Samsu, S.Pd, M.Pd. Aktual/DOK MPR RI

Anggota MPR RI dari Kelompok DPD, H. Al Hidayat Samsu, S.Pd, M.Pd, menyebutkan tagar #KaburAjaDulu merupakan refleksi kekecewaan masyarakat terhadap sulitnya mendapatkan pekerjaan layak serta ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah dalam menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang kondusif bagi anak bangsa.

“Fenomena ini tidak boleh dianggap sekadar tren di media sosial, tetapi harus dilihat sebagai alarm bagi negara untuk bertindak,” katanya dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin (24/2/2025).

Menurut Al Hidayat, tagar #KaburAjaDulu menggambarkan dua hal. Pertama, ketidakmampuan sistem dalam negeri untuk menciptakan peluang kerja yang berkualitas dan memberikan jaminan kesejahteraan bagi pekerja. Kedua, meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat, terutama generasi muda, terhadap prospek karier di dalam negeri sehingga mendorong mereka mencari peluang di luar negeri.

Fenomea seperti itu, lanjut Al Hidayat, bukan hanya terjadi di Indonesia. Fenomena ini juga terjadi di Amerika Serikat pasca kemenangan Donald Trump pada Pilpres 2024, dan di negera-negara seperti Selandia Baru dan Portugal yang mengalami migrasi tenaga kerja akibat krisis ekonomi.

“Namun, Indonesia memiliki permasalahan spesifik yang membuat banyak warga untuk meninggalkan Tanah Air, yaitu kurangnya penghargaan terhadap tenaga kerja profesional, birokrasi yang ketat, serta lemahnya perlindungan pekerja, terutama bagi tenaga kerja migran yang berada di luar negeri,” kata anggota Komite III DPD RI yang membidangi isu tenaga kerja.

Al Hidayat menyayangkan respon pejabat negara terhadap fenomena ini yang menunjukkan ketidakpekaan terhadap persoalan utama. Dia menyebutkan pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan yang mengatakan “Mau kabur, kabur ajalah, kalau perlu jangan balik”, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memahami keresahan generasi muda yang menghadapi kesulitan ekonomi, ketidakpastian kerja, dan terbatasnya peluang di dalam negeri.

“Pemerintah seharusnya introspeksi dan segera merancang kebijakan yang lebih berpihak kepada tenaga kerja, baik di dalam maupun di luar negeri, serta pekerja migran yang membutuhkan perlindungan lebih baik,” ujarnya.

Al Hidayat menambahkan, Indonesia yang berada dalam periode bonus demografi justru menghadapi ancaman brain drain akibat eksodus tenaga kerja terdidik dan profesional. “Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), Indonesia hanya memiliki sekitar 13 juta tenaga ahli dari total jumlah pekerja yang ada. Dengan semakin banyaknya anak muda yang memilih bekerja di luar negeri, defisit tenaga ahli ini bisa semakin memburuk,” jelasnya.

Karena itu, Al Hidayat menegaskan bahwa tagar #KaburAjaDulu adalah bentuk kritik yang harus ditanggapi serius. Jika tidak segera berbenah, Indonesia akan kehilangan talenta-talenta terbaik, dan pada akhirnya kita akan terus tertinggal.

“Pemerintah harus memahami bahwa keinginan masyarakat untuk mencari penghidupan yang lebih baik bukan berarti mereka tidak nasionalis, tetapi karena mereka merasa tidak mendapatkan kesempatan yang setara di Tanah Air. Oleh karena itu, sudah saatnya kita membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik, agar anak bangsa tidak merasa perlu untuk ‘kabur’ demi masa depan yang lebih cerah,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano