Dalam aksinya di Jakarta, Jumat (30/09/2016) aktivis Pro Demokrasi (Prodem) menolak reklamasi teluk Jakarta, teluk Benoa Bali dan teluk-teluk yang berada di Indonesia. Prodem juga mendesak kepada Jokowi untuk segara memecat Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan karena telah melanjutkan proyek reklamasi. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, kemenangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam upaya banding di tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atas putusan yang membatalkan reklamasi Pulau G bukanlah hal yang menggembirakan.

“Nanti kan kasasi lagi itu,” ujar Margarito di Cikini, Jakarta, Sabtu (22/10).

Menurutnya, hal tersebut hanyalah sebuah kekonyolan putusan hukum di PT TUN. Pasalnya, sudah jelas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum mencabut moratorium reklamasi Jakarta. Bahkan, juga Kementrian Kelautan dan Perikanan.

“Ini kan konyol-konyol lagi aja ini. Ibu Siti masih belum cabut itu larangan. Kok menang ? Kan dia belum cabut larangan itu, karena salah.”

Margarito pun menantang pemerintah untuk menghitung kerugian negara dalam proyek reklamasi teluk Jakarta. Itupun, kata dia, jika berani dengan para pengusaha properti yang menyokong pembangunan tersebut.

“Memang ada yang berani hitung? Sudah lama begini enggak ada yang hitung. Ini akal-akalan aja. Kenapa enggak dihitung? Kan enggak ada yang berani. Jagoan semua didalam sana, mau cari mati?”

Untuk itu, Margarito sangat yakin jika penggugat akan menang telak melawan Ahok, bahkan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi nanti. “Saya yakin MA kalah tuh. Pemprov DKI, saya yakin di tingkat kasasi 100% kalah. Faktanya ada pelanggaran hukum, itu jelas. Apa kurang jelas tindakan Susi dan Siti yang belum cabut?”

Sebagai informasi, Putusan PTUN yang dimaksud yakni yang memenangkan pihak penggugat reklamasi Pulau G Jakarta, yakni para nelayan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Saat itu, PTUN memerintahkan Ahok mencabut izin reklamasi Pulau G, yang termaktub dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta bernomor 2238/2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa sebagai pihak pengembang.

Namun kini, putusan PTUN itu dibatalkan oleh Putusan PT TUN Nomor 228/B/2016/PT.TUN.JKT. Putusan ini diambil lewat rapat permusyawaratan Majelis Hakim PT TUN pada 13 Oktober 2016 oleh Ketua Majelis Kadar Slamet dan hakim anggota Nurnaeni Manurung dan Slamet Suparjoto. Putusan itu diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 17 Oktober kemarin.

“Mengadili sendiri, dalam penundaan, menyatakan penundaan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra tanggal 23 Desember 2014 dalam perkara Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT. tidak berlaku lagi,” demikian tertulis dalam salinan putusan.

Selain keputusan PTUN yang membatalkan reklamasi Pulau G itu tak berlaku lagi, para penggugat/para terbanding (nelayan, dkk) dihukum membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding ditetapkan sebesar Rp 250 ribu.

Sengketa ini berlangsung antara pihak yang melakukan upaya banding yakni Ahok dan PT Muara Wisesa Samudra. Mereka melawan para nelayan yakni bernama Gobang dari Marunda, Mohamad Tahir dari Kalibaru, Nur Saepudin dari Pluit, Tri Sutrisno dari Muara Angke, dan Kuat dari Penjaringan. Ada pula Koalisi Rakyat untuk keadilan Perikanan dan Wayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia yang turut sebagai penggugat terbanding melawan Ahok dan PT Muara Wisesa Samudra.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu