Terdakwa Kasus Penistaan Agama yang juga Gubernur non Aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghadiri sidang lanjutan ke-9 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2/2017). Sidang ke-9 tersebut menghadirkan 2 orang saksi fakta dari kepulauan seribu dan 1 orang saksi. Foto/merdeka.com-Pool/M. Luthfi Rahman
Terdakwa Kasus Penistaan Agama yang juga Gubernur non Aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghadiri sidang lanjutan ke-9 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2/2017). Sidang ke-9 tersebut menghadirkan 2 orang saksi fakta dari kepulauan seribu dan 1 orang saksi. Foto/merdeka.com-Pool/M. Luthfi Rahman

Jakarta, Aktual.com – Jaksa penuntut umum dijadwalkan menghadirkan empat ahli dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2).

“Ada ahli agama Islam, ahli Bahasa Indonesia dan dua ahli Hukum Pidana,” kata Humphrey Djemat selaku anggota tim kuasa hukum Ahok saat dikonfirmasi di Jakarta.

Ahli agama Islam yang dipanggil adalah Muhammad Amin Suma, yang melaksanakan tugas menjadi ahli berdasarkan surat tugas dari Majelis Ulama Indonesia pada 8 November 2016. Sementara ahli Bahasa Indonesia yang akan didatangkan ke persidangan adalah Mahyuni.

“Dua ahli hukum pidana masing-masing Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan.”

Sidang Ahok yang biasanya diselenggarakan pada Selasa pada pekan ini dimajukan menjadi Senin karena berdekatan dengan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017 pada Rabu (15/2).

Sidang kesepuluh Ahok ini mulai pukul 09.00 WIB. Arus lalu lintas di depan Gedung Kementerian Pertanian Jakarta, tepatnya di Jalan R.M. Harsono yang mengarah ke Ragunan sudah ditutup pihak kepolisian baik jalur umum maupun jalur Bus Transjakarta.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu