Sebagai dua dari lima negara pemrakarsa Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 dan terbentuknya aliansi strategis alternative di era Perang Dingin,  India dan Pakistan nampaknya lebih konsisten menerapkan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif dibandingkan Indonesia, Myanmar dan Sri Lanka. Bergabungnya Islamabad dan New Delhi ke dalam dalam skema kerjasama strategis CIna-Rusia, kedua negara di Asia Selatan tersebut punya posisi tawar kuat menghadapi hegemoni AS dan Blok Barat.

Ada sebuah perkembangan menarik yang patut diulas berkenaan dengan adanya pergeseran aliansi geopolitik pada tataran global beberapa buolan lalu. India dan Pakistan yang sejak awal jadi negara-bangsa terlibat perseteruan, pada 9 Juni lalu bergabung dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO), sebuah aliansi strategis dalam bidang ekonomi dan keamanan yang dimotori oleh Cina dan Rusia.

Tentu saja ini sebuah pergeseran aliansi strategis yang cukup penting mengingat SCO meskipun resminya bukan merupakan Pakta Pertahanan, namun secara de fakto merupakan kekuatan geopolitik dan strategis untuk mengimbangi persekutuan strategis yang dimotori oleh Amerika Serikat dan North Atlantic Treaty Organization atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang terdiri dari AS dan beberapa negara Eropa Barat sejak Perang Dingin.

Pada perkembangannya, SCO juga menjadi motor penggerak persekutuan dagang internasional melalui skema kerjasama Eropa-Asia. Sebab keanggotaan SCO sebelum bergabungnya Pakistan dan India adalah: Cina, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, dan Uzbekistan.  

Perkembangan tersebut barang tentu sangat mengkhawatirkan bagi Amerika Serikat dan blok Eropa Barat. Apalagi dengan bergabungnya India dan Pakistan ke dalam SCO, maka hubungan bilateral Islamabad dan New Delhi akan membaik kembali dan erat. Apalagi Presiden  Xi Jinping telah mengajukan sebuah draf kesepakatan agar tercipta hubungan bertetangga yang cukup baik antara negara-negara yang tergabung dalam SCO.

Pergeseran persekutuan baru dengan bergabungnya India dan Pakistan tersebut oleh  Prof Michel Chossudovsky disebut sebagai pergeseran geopolitik yang cukup bersejarah. Sebab dengan perkembangan terbaru ini, hegemoni AS dan Eropa Barat utamanya Inggris, akan semakin berkurang di kawasan Asia Selatan dan Asia Tengah.

Segi lain yang menarik dari perkembangan ini adalah betapa India dan Pakistan jauh lebih berhasil menerapkan Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif dibandingkan Indonesia. Bergabungnya India dan Pakistan, merupakan suatu kecerdasan manuver diplomatik kedua negara dengan memanfaatkan skema kerjasama strategis Cina-Rusia dalam SCO untuk kepentingan nasional India dan Pakistan untuk mengimbangi pengaruh dan hegemoni AS dan Inggris.

Meskipun dalam Perang Dingin India tetap terikat dalam persekutuan dengan Inggris dalam kerangka The Common Wealth dan tentu saja AS, namun India pun tetap menjalin kerjasama dengan Uni Soviet(Rusia). Sedangkan Pakistan di era Perang Dingin termasuk dalam persekutuan dengan AS dan NATO, namun pada saat sama juga menjalin kerjasama cukup erat dengan Cina.

Sementara Indonesia di era pemerintahan Jokowi-JK, justru terjebak dalam skema kerjasama bilateral RI-Cina yang pada gilirannya hanya beralih dari mulut singa ke mulut buaya. Ironisnya, Indonesia lah yang pada 1955 memelopori terbentuknya sebuah aliansi strategis alternatif melalui Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Yang mana Indonesia bersama India, Pakistan, Myanmar dan Sri Lanka, menjadi negara pemrakarsa KAA Bandung 1955,

Hendrajit, Redaktur Senior Aktual