Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/10). Rapat kerja membahas beberapa hal di dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2018 seperti pengesahan hasil panja-panja, pembacaan naskah RUU, pendapat akhir mini fraksi, pendapat pemerintah, penandatangan naskah RUU serta pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tingkat II itu ditunda karena tiga Komisi di DPR belum memberikan laporan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Upaya revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh pemerintah mendapat kritikan keras dari Ekonom Senior Rizal Ramli. Pasalnya dari revisi ini diketahui pemerintah akan mengenakan pungutan pada sektor layanan publik berupa kesehatan, pendidikan, bahkan bidang keagamaan dalam urusan nikah, cerai maupun rujuk.

Tak tinggal diam dengan kritikan itu, Mentri Keuangan Sri Mulyani melalui anak buahnya Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan, rencana revisi UU PNBP tersebut suda digulirkan sejak 2011 ketika Sri Mulyani belum menjabat sebagai menteri Keuangan.

Berdasarkan pengamat ekonomi publik Abdul Rachim Kresno, memang benar wacana revisi UU Nomor 20 Tahun 1997 telah bergulir sejak lama, namun yang perlu diperhatikan bahwa draf UU itu diajukan secara resmi ke DPR sebagai inisiatif pemerintah, berlangsung pada Januari 2017. Artinya draf UU itu diajukan pada saat Sri Mulyani berlangsung sebagai Menteri Keuangan.

“Nufransa tidak menangkap point dari kritik Rizal Ramli terhadap RUU PNBP . Yang pertama adalah walaupun pemikiran bahwa perlunya diajukan RUU PNBP itu sudah sejak 2011, namun baru Januari 2017 diajukan ke DPR dalam kondisi kepanikan Kemenkeu akibat mengecilnya pendapatan negara dari PNBP khususnya dari sektor Migas,” kata Abdurchim secara tertulis, Minggu (5/11).

Dia memaparkan; pada 2014 pendapatan negara dari PNBP mencapai Rp385 triliun dan 2017 mengecil hanya mencapai Rp250 triliun. Sedangkan dari sektor migas akibat harga minyak yang terpental jatuh, maka sumbangan PNBP Migas juga merosot dari 2014 mencapai Rp216,9 triliun, pada 2016 tinggal 44,9 triliun atau tinggal 20,7 persen saja.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta