Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari (kedua dari kiri) bersama Vice President of Public Policy Facebook Asia Pasific Simon Milner (kiri), menyampaikan penjelasan di hadapan anggota Komisi I DPR pada Rapat Dengar Pendapat Umum, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/4). Komisi I meminta penjelasan terkait dengan bocornya 1 juta lebih data pengguna Facebook di Indonesia nomer tiga di dunia setelah Amerika Serikat 70,6 juta akun dan Filipina sebanyak 1,1 juta akun, menyusul pengakuan mantan kepala riset perusahaan Konsultan Politik asal Inggris, Cambridge Analytica, Analytica Christopher Wylie, pada Maret 2018 lalu, bahwa Cambridge Analytica, membeli data yang disedot oleh peneliti dari University of Cambridge Aleksandr Kogan, dengan menggunakan aplikasi survei kepribadian, dimana praktik yang dilakukan sepanjang 2014 itu berhasil mengumpulkan data pribadi 87 juta pengguna Facebook, yang salah satunya digunakan untuk mendesain iklan politik calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam pemilihan presiden 2016 lalu dengan merancang berita bohong. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Kepala Kebijakan Publik Facebook untuk Indonesia Ruben Hattari, mengatakan pihaknya meminta maaf terkait kebocoran data satu juta pengguna salah satu penyelenggara sistem elektronik (PSE) tersebut di Indonesia.

“Kejadian ini adalah bentuk pelanggaran kepercayaan dan kegagalan kami untuk melindungi data pengguna, kami mohon maaf atas kejadian tersebut,” kata Ruben dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/4).

Dia menjelaskan kejadian kebocoran data tersebut disebabkan adanya sebuah aplikasi bernama “thisisyourdigitallife” yang dikembangkan akademisi di Cambridge University yaitu DR. Alexander Kogan dan menggunakan fitur Facebook Login yang tersedia secara umum.

Menurut Ruben, Facebook Login, memungkinkan pengembang aplikasi pihak ketiga untuk meminta persetujuan dari pengguna aplikasi Facebook agar aplikasi mereka bisa mengakses kategori data tertentu yang dibagikan pengguna tersebut dengan teman Facebook mereka.

“Facebook, dimana kami dengan tegas melarang penggunaan dan pengiriman data yang dikumpulkan menggunakan cara ini untuk tujuan lain,” ujarnya.

Dia menjelaskan setelah Dr. Kogan mendapatkan data pengguna Facebook, data tersebut kemudian diberikan ke Cambridge Analytica dan pihaknya tidak memberikan izin atau menyetujui pemindahan data tersebut dan dianggap telah melakukan pelanggaran kebijakan platform Facebook.

Menurut dia, berdasarkan penelitian Facebook dari laporan media, pada Desember 2015 pihaknya menangguhkan akses aplikasi tersebut yang menggunakan Facebook Login.

“Kami juga menuntut Dr. Kogan serta perusahaannya saat itu Global Science Research Limited dan entitad lainnya yang sudah dikonfirmasi bahwa mereka telah menyerahkan data yang terkumpul melalui aplikasi ke entitas tersebut untuk memberikan penjelasan dan segera menghapus semua data tersebut,” katanya.

Ruben menegaskan bahwa Facebook tidak pernah menyetujui penggunaan data oleh Cambridge Analytica yang diperoleh dari aplikasi Dr. Kogan dan kedua bertindak sebagai pengendali data pihak ketiga yang independen dan menentukan tujuan serta cara memproses data yang diperolehnya.

Dia mengatakan kedepannya agar kasus tersebut tidak terjadi lagi, Facebook sedang menginvestigasi semua aplikasi yang pernah mendapatkan akses atas informasi dalam jumlah besar.

“Jika ada dari mereka menyalahgunakan data pengguna, kami akan memblokir dari Facebook dan memberitahu semua orang yang terkena dampak,” ujarnya.

Dia juga menekankan bahwa Facebook memastikan agar para pengembang tidak dapat mengakses banyak informasi.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: