Menurut sejarah, Ibrahim an-Nakha’i mengisahkan, Bulan Rajab merupakan bulan saat Nabi Nuh berlayar bersama kaumnya yang taat.
Ia berpuasa secara pribadi di Bulan Rajab serta menyuruh orang yang bersamanya untuk berpuasa juga, kemudian Allah menyelamatkan mereka dari banjir bandang dan Allah melenyapkan kemusyrikan secara total dari muka bumi.
Terkait makna Rajab secara harfiyah, ulama berbeda pendapat. Sebagian megatakan, Rajab dari kata tarjîb maknanya mengagungkan.
Pendapat ini juga disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya dan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya al-Ghun-yah.
Terdapat makna lain yang cukup banyak pada kata Rajab. Dalam hadits Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam diriwayatkan dari Abi Bakrah, Rajab itu Mudlar.
إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Mudlar merupakan satu klan di Arab yang sangat mengagungkan bulan Rajab. Karena perilaku mereka ini, Rasulullah mengistilahkan keagungan Rajab dengan mengacu sebagaimana keagungan yang dilakukan oleh klan Mudlar.
Dalam rangka menyambut bulan Rajab nan mulia itulah, Syekh Abdul Qadir al-Jilani (w: 561) menuliskan doa ma’tsurat yang digoreskan dalam karyanya al-Ghun-yah.
Doa ini juga dikutip ulang oleh Habib Muhammad Amin bin Abu Bakar bin Salim dalam kitab Mâ Yuthlab fî Rajab, serta Syekh Muhammad bin Abdullah bin Hasan al-Halabi dalam bukunya Nûrul Anwâr wa Kanzul Abrâr:
إِلَهِيْ تَعَرَّضَ لَكَ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ الْمُتَعَرِّضُوْنَ وَقَصَدَكَ فِيْهِ الْقَاصِدُوْنَ وَأَمَّلَ فَضْلَكَ وَمَعْرُوْفَكَ الطَّالِبُوْنَ، وَلَكَ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ نَفَحَاتٌ وَجَوَائِزٌ وَعَطَايَا وَمَوَاهِبٌ، تَمُنُّ بِهَا عَلَى مَنْ تَشَاءُ مِنْ عِبَادِكَ، وَتَمْنَعُهَا مِمَّنْ لَمْ تَسْبِقْ لَهُ الْعِنَايَةُ مِنْكَ. وَهَا أَنَا عَبْدُكَ الْفَقِيْرُ إِلَيْكَ، اَلْمُؤَمِّلُ فَضْلَكَ وَمَعْرُوْفَكَ، فَإِنْ كُنْتَ يَامَوْلَايَ تَفَضَّلْتَ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ عَلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ وَجُدْتَ عَلَيْهِ بِعَائِدَةٍ مِنْ عَطْفِكَ، فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، وَجُدْ عَلَيَّ بِطَوْلِكَ وَمَعْرُوْفِكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
Tuhanku, pada malam ini orang-orang yang berpaling (dari rahmat-Mu) telah berpaling, orang-orang yang mempunyai tujuan telah datang (pada-Mu), dan para pencari telah mengharap anugerah dan kebaikan-Mu.
Pada malam ini, Engkau mempunyai tiupan rahmat, piagam-piagam penghargaan, aneka macam pemberian dan anugerah. Engkau berikan semua itu terhadap hamba-hamba-Mu yang Engkau kehendaki.
Apabila Engkau, wahai Tuan kami, telah mengemukakan anugerah-Mu di malam ini terhadap seseorang dari makhluk-Mu, dan Engkau berikan kebaikan padanya dengan berbagai sambungan kelembutan-Mu, maka anugerahkan rahmat atas Nabi Muhammad shalallahu aliahi wasallam beserta keluarganya.
Berikanlah atasku dengan kekayaan dan kebaikan-Mu. Wahai Tuhan seru sekalian alam.” (Syekh Abdul Qadir bin Shalih al-Jilani, al-Ghun-yah, Dārul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 1997, juz 1, halaman 328). Demikian semoga kita menggunakan bulan mulia Rajab sebagaimana mestinya dan sebaik-baiknya.***
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin