Xavi Hernandez saat diperkenalkan sebagai pelatih baru FC Barcelona di Nou Camp, Barcelona, Spanyol, 8 November 2021. (Joan Valls via Reuters Connect/Joan Valls)

Jakarta, Aktual.com – Setelah dua kali menolak tawaran melatih bekas klubnya, Barcelona, pertama karena merasa belum siap dan kedua karena tidak menyukai hirarki klub tersebut saat itu, Xavi Hernandez akhirnya mau juga memimpin raksasa yang kini terperosok di papan tengah klasemen Liga Spanyol itu.

“Ini hari bersejarah bagi Barcelona. Selamat datang Xavi,” kata Presiden Barcelona FC Joan Laporta seperti dikutip Reuters ketika memperkenalkan Xavi sebagai pelatih baru Barca kepada ribuan pendukungnya di Nou Camp.

Legenda Barcelona berusia 41 tahun yang mengikat kontrak sampai 2024 itu menimpali, “Terima kasih semuanya. Saya tak ingin terbawa emosi tetapi saya merinding.”

Xavi merinding mungkin karena postur raksasa Barcelona yang membuat beban di pundaknya seketika memberat sekaligus menantang, walaupun bertahun-tahun dia membela klub ini sebagai jenderal lapangan tengah yang membuat Barca menguasai sepak bola dunia.

Xavi bergabung dengan akademi muda Barcelona, La Masia, sejak usia 11 tabun dan lalu melakukan debut bersama tim senior kala melawan Mallorca pada Agustus 1998.

Total, dia sudah memainkan 767 laga yang kala itu adalah rekor terbanyak klub sebelum ditumbangkan oleh Lionel Messi yang kini memperkuat Paris Saint Germain.

Selama waktu itu, dia mencetak 85 gol. Bersamanya, Barcelona delapan kali menjuarai Liga Spanyol dan empat kali juara Liga Champions.

Kini klub yang sudah enam tahun dia tinggalkan itu terperosok dalam posisi sembilan dengan berselisih 10 poin di bawah musuh bebuyutan, Real Madrid.

Dari 12 pertandingan liga yang dijalani Barcelona sejauh ini, lima di antaranya berakhir seri dan tiga lainnya kalah. Xavi tak terima dengan fakta-fakta buruk ini.

Kepada penggemar Barca, Xavi pun berkata, “Ini klub terbesar di dunia dan saya akan bekerja keras guna memenuhi ekspektasi-ekspektasi kalian. Barcelona tidak boleh seri atau kalah. Kita harus memenangkan semua pertandingan.”

Xavi juga merasa antara dia sewaktu masih pemain Barcelona, dengan dia yang kini menjadi pelatihnya, adalah tak ada bedanya. Dia berjanji memoles Barcelona seperti saat aktif bermain sebagai salah satu pemain terbesarnya.

“DNA saya tak berubah. Kita harus memegang kendali, menguasai bola, menciptakan peluang, menekan,” sambung Xavi.

Dia sudah lama diincar Barcelona, tapi tetap saja banyak yang tak menyangka prosesnya demikian cepat, apalagi dia memiliki klausul lepas 5 juta euro dalam kontraknya di Al Sadd, Qatar.

Laporta tak mau mengungkapkan siapa sebenarnya yang melunasi klausul di Al Sadd itu. Dia justru berkata ini adalah masa di mana Barcelona amat membutuhkan Xavi.

“Dia tahu bahwa dia akan diberi ruang lapang untuk berkarya dan bahwa dia akan mendapatkan dukungan dan kepercayaan total dari kami,” kata Laporta.

Jaminan eksplisit ini sendiri beriringan dengan ekspektasi tinggi pendukung Barcelona yang memandangnya reinkarnasi Pep Guardiola yang selain sama-sama legenda Barca, juga menjadi penerus dan pelestari gaya khas Barcelona yang dibentuk Johan Cruyff yang kemudian bermuara ke tiki-taka itu.

Xavi tersanjung disamakan dengan Guardiola yang adalah mentornya yang menjadi jaminan sukses di mana pun, entah Barcelona, Bayern Muenchen, dan kini Manchester City itu.

Soal aturan

Seperti juga Guardiola, Xavi adalah mantan pemain dan legenda klub yang beralih menjadi pelatih untuk bekas klub di mana dia melegenda.

Xavi ingin menapaki jejak para legenda yang berhasil baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih seperti Guardiola.

Tapi dia tak mau pengalaman buruk seperti dialami para legenda yang malah gagal membuat klubnya menjadi kekuatan dominan seperti Ole Gunnar Solksjaer di Manchester United, Frank Lampard di Chelsea atau Andrea Pirlo di Juventus.

Xavi yang pernah senang sekali tatkala Guardiola melatih Barca mulai 2008, tak menyembunyikan kekagumannya kepada manajer Man City itu. Dan ini bukan karena gagasan-gagasan Pep di lapangan hijau, melainkan karena obsesi-obsesinya.

“Manakala mereka mengontrak dia, saya bilang ‘madre mia, kita bakal melayang jauh,” kata Xavi. “Dia perfeksionis sekali.”

“Seandainya Pep musisi, maka dia bakal menjadi musisi yang hebat. Seandainya dia psikolog, maka dia dia akan menjadi psikolog yang hebat. Dia obsesif. Dia akan terus berusaha sampai dia melakukan semuanya dengan benar.”

“Dia begitu menuntut kepada dirinya sendiri, dan tekanan yang dia tuntutkan kepada dirinya itu menular kepada semua orang. Dia ingin segalanya sempurna,” papar Xavi tentang Guardiola.

Besar kemungkinan dia akan meniru pendekatan dan obsesi Guardiola demi mengembalikan Barcelona ke kejayaannya.

Xavi ingin perfeksionis karena dengan cara itu Barcelona menjadi kekuatan sepak bola yang begitu dominan.

Dan perfeksionis itu berkaitan dengan filosofi yang diejawantahkan dalam taktik dan strategi yang konsisten dipraktikkan dari satu pertandingan ke pertandingan lain sampai kemudian menjadi gaya bermain.

Tetapi, seperti Guardiola dan manajer-manajer Barcelona sebelum dia, termasuk mendiang Johan Cruyff si mahaguru, menjadi perfeksionis itu bukan berarti harus keras.

“Ini bukan soal keras, melainkan soal aturan. Anda mesti punya aturan. Manakala ada aturan, maka segalanya berjalan baik, ketika tak ada aturan segalanya bakal buruk,” kata Xavi seperti dikutip The Guardian.

Dan Xavi serius dengan aturan itu. Dia pun ingin cepat merehabilitasi Barcelona.

Berbenah pun langsung dilakukan tanpa menunggu lama, yang ia mulai dengan memecat Juanjo Brau dan Albert Roca, dua pelatih fisik peninggalan Ronald Koeman yang dianggap biang keladi krisis cedera pemain yang membuat Barcelona terdampar di papan tengah.

Pendekatan kedua orang itu dinilai tidak tepat karena tak bisa mengatasi krisis cedera yang pernah dialami para pemain kunci seperti Pedri, Ousmane Dembele, Sergi Roberto, Nico Gonzalez, Gerard Pique, Eric Garcia, Sergio Aguero, Martin Braithwaite, Sergino Dest dan Ansu Fati, justru ketika Barcelona amat membutuhkan pemain-pemain ini.

Tentu masih banyak lagi gebrakan yang bakal dilakukan Xavi. Bisakah Xavi sesukses Guardiola yang tak membutuhkan waktu lama untuk menyulap Barcelona menjadi kekuatan mengerikan di Spanyol dan Eropa?

Masih perlu dilihat lagi. Tetapi, seperti Guardiola yang juga leader saat menjadi pemain dan mempraktikkan luar dalam filosofi sepak bola Barca baik saat menjadi pemain maupun pelatih, semestinya hanya soal waktu bagi Xavi untuk bisa mengikuti jejak Guardiola.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Dede Eka Nurdiansyah