Yerusalem, Aktual.com – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperpanjang konflik di Gaza sebagai strategi untuk menghindari pertanyaan mengenai hal itu dan mencegah bubarnya koalisi berkuasa pimpinannya, menurut sebuah laporan pemberitaan pada Jumat (19/1).
“Perang ini tidak ada tujuan dan masa depan, tetapi memperpanjangnya adalah cara (Netanyahu) untuk menunda menghadapi pertanyaan tentang tanggung jawab,” tulis harian Haaretz mengutip pernyataan seorang pejabat Israel.
Menurut laporan harian Haaretz, seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya menyatakan,”mengetahui ada kemungkinan yang masuk akal bahwa tujuan-tujuan (perang) tidak akan tercapai dan hanya mengulur waktu.”
Dia juga mengatakan sandera yang ditahan di Gaza tidak mewakili kepentingan Netanyahu, serta sulit untuk meyakini bahwa sang perdana menteri akan setuju melakukan pertukaran untuk membebaskan mereka dengan imbalan mengakhiri perang dan membebaskan tahanan Palestina.
Pejabat Israel tersebut menjelaskan bahwa Netanyahu menyadari jika Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir meninggalkan koalisi pemerintahan, hal itu dapat mengakhiri masa pemerintahannya. Oleh karena itu, Netanyahu terus menghindari pembahasan tentang masa setelah perang Gaza.
Israel mengklaim bahwa sejak 7 Oktober, Hamas menahan 136 warga Israel di Gaza. Sementara itu, Hamas menuntut gencatan senjata di Gaza dan pembebasan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel sebagai syarat untuk membebaskan sandera Israel.
Tentara Israel telah melancarkan operasi militer di Gaza sejak 7 Oktober, yang telah menyebabkan jumlah korban jiwa warga Gaza mencapai 24.762 kematian dan 62.108 lainnya luka-luka.
Dampak konflik ini terlihat dengan lebih dari 85 persen populasi Jalur Gaza, atau sekitar 1,9 juta penduduk yang mengungsi, menurut otoritas Palestina dan PBB.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan