Jakarta, Aktual.co — Tercatat pada 30 Januari 1907 sesuai Surat Keputusan Presiden RI No 190/1964 tanggal 4 Agustus 1964 adalah hari lahir salah satu Pahlawan Kemerdekaan Nasional yakni Dr. Moewardi.

Dalam konteks situasi dan kondisi kenegaraan Republik Indonesiaseperti saat ini, khususnya soal Keadilan dan Persatuan Indonesia, kiranya amat strategis jika diungkap ulang sosok kepemimpinan, keteladanan dan kontribusinya dalam dua tonggak sejarah Indonesia yaitu Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Indonesia Merdeka 1945.

Dr Moewardi adalah sosok yang wajib diteladani bersama baik oleh pemangku pemerintahan maupun oleh masyarakat.

Sebagai sosok intelektual, dia pernah mengenyam pendidikan formal dari HIS (Hollandsch Inlandsche School, Kudus), ELS (Europesche Lagere School, Pati), STOVIA (School Tot Opleiding Voor Inlandshe Aartsen, Jakarta), NiAS (Nederlandch Indische Arts School), GH (Geneeskundig Hoogeschool, Jakarta) sampai dokter spesialis THT di tahun 1939.

Sebagai sosok pejuang politik kebangsaan, dia aktif di beberapa organisasi seperti Pemred Majalah Jong Java 1922; Ketua Jong Java Cabang Djakarta 1925 dan utusan Jong Java di Kerapatan Besar Pemuda 28 Oktober 1928 untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda

Dia turut juga membentuk organisasi Indonesia Muda (IM) pada Desember 1928 (fusi Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Minahasa, Sekar Rukun, Sangkoro Mudo).  Jabatan Ketua Barisan Pelopor (BP) Djakarta 1944 pernah dia pegang, Dan sebagai pimpinan BP dia ikut mengamankan acara Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945 di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta dan Rapat Raksasa IKADA 19 September 1945.

Sebagai Pemimpin Umum Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI, pengganti BP), Solo dia ikut membentuk Persatuan Perjuangan (PP) 5 Januari 1946 di Purwokerto dan turut juga sebagai salah satu penggerak peristiwa Bandung Lautan Api 23 Maret 1946 bersama BBRI Bandung (M Toha, AH Nasution, Suprayogi).

Dia juga tercatat sebagai pimpinan Kongres BBRI Pebruari 1948 di Solo yang memutuskan untuk bersikap anti perundingan dengan Belanda dan anti Swapraja, pasca Perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Di bidang Kepanduan, dia adalah sosok Pandu yang sangat Nasionalistik. Dia mengawalinya dari Nederlandsch Indische Padvinder Vereneging (NIPV). Lalu pada 1925 dia berprestasi Kelas-I (Kepala Pasukan, Ploeg Leider / Assistant Troep).

Sebagai pimpinan Jong Java Padvinderij (JJP) dia mengubah nama JJP menjadi Pandu Kebangsaan (PK 1925). Kemudian dia menjadi inisiator Persatuan antara Pandu Indonesia (PAPI 23 Mei 1928) bersama Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) dan Indonesische Nationale Padvinders Organisatie (INPO). Dia juga sebagai penggagas prinsip “Pandu yang satu adalah saudara pandu yang lainnya, oleh karena itu seluruh pandu harus menjadi satu” dan “Satu Organisasi Kepanduan Indonesia (SOKI)” pada pertemuan PAPI 15 Desember 1929.

Dia kemudian membentuk Komisaris Besar Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI 13 September 1930) yaitu fusi dari PK, Pandu Pemuda Sumatera (PPS) dan INPO dan membentuk pimpinan Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI 30 April 1938) bersama Kepanduan Azas Katholik Indonesia (KAKI), NATIPIj dan Syarikat Islam Afdeling Padvinderij (SIAP).

Sebagai inisiator Pandu Kebangsaan 1925, dia menetapkan istilah dan mengunakan kata Pandu untuk pertama kalinya di Indonesia. Kemudian, WR Soepratman mensyairkan kata itu dalam kata “Pandoe Iboekoe” di lagu kebangsaan Indonesia Raya 28 Oktober 1928.

Kata Pandu itu juga yang menjiwai berdirinya Gerakan Pramuka 1961 sampai sekarang. Sangat layak Dr Moewardi diberi gelar kehormatan sebagai Bapak Pandu Indonesia.

Dan masih banyak catatan-catatan penting Dr Moewardi dalam sejarah Kepanduan di Indonesia. Namanya tidak pernah hilang dari catatan dan torehan sejarah Kepanduan Indonesia.

Pada 13 September 1948 di Solo, dia dinyatakan hilang. Diduga dia adalah salah satu korban dalam revolusi kemerdekaan yang terjadi antara tahun 1945 sampai 1949.

Oleh : Dr. Ir. H Pandji R. Hadinoto MH

Artikel ini ditulis oleh: