Peneliti ICW Almas Sjafrina mengenakan jilbab merah jambu (IST/ NA)

Jakarta, aktual.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) ikut menanggapi polemik penyelewengan program beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) yang terjadi di Polewali Mandar (Polman). ICW menyebut penyelewengan beasiswa PIP tersebut potensial sangat berkaitan dengan korupsi dan kerugian negara.

“Dari tren korupsi yang ditindak oleh aparat penegak hukum angka (Korupsi PIP) mungkin sudah bisa disimpulkan oleh penegak hukum. Tapi kalau kita lihat satu kasus, misalnya yang terjadi di Tasikmalaya itu kan menyangkut penyaluran dana PIP di 300 sekolah. Kerugian negara juga gak kecil juga gitu ya, sampai Rp 700 juta dan bahkan mungkin milyaran,” ujar peneliti ICW Almas Sjafrina dalam konferensi pers yang berlangsung Selasa (22/10) kemarin.

Menurut Almas, penyelewengan tersebut bersumber dari penyalahgunaan kewenangan DPR yang ingin terlibat dalam penyaluran beasiswa PIP. Padahal, DPR justru seharusnya berperan dalam mengawasi program pemerintahan dan bukan melaksanakan program tersebut.

“DPR mempunyai fungsi pengawasan. Dia bukan eksekutor dari program-program pemerintah. Justru DPR mengawasi pemerintah dalam mengeksekusi program-program yang sudah masuk ke anggaran yang sudah disepakati. Kalau kemudian mereka juga menjadi pihak yang mengeksekusi, (mereka) secara tidak langsung juga mendapat benefit dari situ. Katakanlah misalnya tidak ada korupsi disitu, DPR nya masuk, kan tetap dia punya benefit advertorial,” jelas dia.

Apalagi, bagi Almas, DPR tidak punya mekanisme untuk melakukan seleksi dan memvalidasi calon penerima beasiswa PIP. Sehingga, besar sekali potensi kerentanan calon penerima adalah orang-orang yang tidak berhak menerima beasiswa PIP.

“Anggota DPR tidak punya tools untuk menyeleksi. Dia tidak punya tools untuk memverifikasi apakah memang nama-nama yang masuk ke list adalah orang yang berhak. Orang Kementerian saja yang meyalurkan itu bisa tidak tepat sasaran, apalagi kemudian anggota DPR tidak punya perangkat, tidak punya tools, tidak punya mekanisme untuk melakukan seleksi dan memverifikasi,” ucapnya.

Peneliti senior ICW itu pun menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi dan membenahi program beasiswa PIP. Terutama yang terkait dengan keterlibatan Anggota DPR dalam program PIP Aspirasi.

“Dari publikasi peta jalan pendidikan 2025-2045, salah satu action plan yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah melihat kembali, mereview dan merevisi bagaimana skema pemberian bantuan itu. Apakah pemberian PIP itu efektif untuk untuk menurunkan angka putus sekolah atau enggak. Satu itu soal efektifitas, yang kedua soal mekanisme pemberian dan distribusinya begitu,” tegas dia.

Kasus penyelewengan dan politisasi beasiswa PIP di Polewali Mandar, memasuki babak baru setelah Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI) dan LBH Pendidikan melaporkan dugaan penyelewengan beasiswa tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). GMI menjelaskan KPK membutuhkan waktu sekitar 30 hari untuk melakukan penyelidikan atas pengaduan tersebut.

“Saya kira KPK punya niat yang jelas dan tegas untuk memproses dan menyelidiki laporan penyelewengan beasiswa PIP tersebut,” kata Koordinator GMI Andrian di kantor KPK.

Seperti diketahui, menurut temuan sejumlah LSM, beasiswa PIP di Polewali Mandar justru disalurkan kepada penerima yang merupakan anak sejumlah pejabat teras dan anak-anak Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal, berdasarkan ketentuan, program beasiswa PIP hanya diperuntukkan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin/rentan miskin.

Salah satu faktor penyebabnya adalah politisasi beasiswa PIP untuk komoditas politik Anggota Komisi X DPR Ratih Singkarru dan Calon Bupati Polewali Mandar Dirga Singkarru. Keduanya diduga menggunakan beasiswa ini untuk memengaruhi masyarakat memilih Dirga Singkarru sebagai Calon Bupati Polman.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain