Jakarta, Aktual.co — KH.Bahaudin Mudhary kelahiran Sumenep 23 April 1920 yang dikenal sebagai ulama terpelajar dan berperilaku halus ini berpulang ke Rahmatullah pada 4 Desember 1979, di Surabaya.
Jabatan yang pernah diemban KH.Bahaudin Mudhary ini antara lain, Komandan Sudanco, Ketua Muhammadiyah, Ketua Masyumi, Wedana di Bangkalan serta ketua Perserikatan Muslim Tionghoa di Madura (sekarang PITI).
Tahuh 1947 KH.Bahaudin memangku jabatan Komandan Resimen Hizbullah. Selama perjuangan fisik revolusi kemerdekaan, dia bersama-sama rekan-rekannya pernah setahun lebih meringkuk di Penjara Kalisosok Surabaya.
Seusai menamatkan Kweek School Muhammadiyah di Yogjakarta tahun 1940, tokoh ulama jawa timur ini terus menimba ilmu sambil menekuni buku buku literatur baik yang berbahasa Arab, Inggris, Jerman, Belanda, Perancis, maupun Cina dan Jepang. Teristimewa buku yang berkait erat dengan filsafat dan kerohanian.
KH.Bahaudin Mudhary yang fasih berbahasa Arab, Belanda dan Jepang, boleh dibilang mampu mereguk ilmu keislaman dari tradisi keulamaan ayahnda dan keluarganya.
Meski belum pernah mereguk pendidikan alam pesantren, namun kadar kebesaran KH.Bahaudin Mudhary ini berasal dari benih pengaruh kuat ayahandanya –KH. Ahmad Sufhansa Mudhary– ulama terkemuka di Madura.
Bahaudin juga teman berbincang dari kakaknya alm KH. Abdul Hamid Mudhary, yang sama sekali juga tak pernah mengenyam sekolah formal maupun Pesantren. Mereka lebih berkhidmat kepada ajaran ayahandanya saja.
Perilaku keseharian kehidupan KH.Bahaudin ini terbilang sangat sederhana lagi bersahaja. Ia juga humoris dengan petuah yang penuh warna “parigan” (sesemon Madura).
Ada pesan menjelang akhir hayat KH.Bahaudin yang hingga kini menjadi pegangan putra dan cucu-cucunya, yaitu: “Jangan sesekali meninggalkan sholat, selalu rukun dan memelihara tali silaturahim serta jangan berebut harta pusaka, usahakan setiap malam sholat lail (tahajjud).”
Ulama ahli metafisika yang memiliki “kasyf” itu juga amat terampil memafhumi hampir seluruh alat musik mulai petik, gesek, tiup sampai tuts piano.
Berkenaan dengan bakat dan asal muasal keimuan yang langka itu, alhasil banyak orang menyebut KH.Bahaudin sebagai sosok yang “Tera Ta Adamar” (Bahasa Madura) bermakna “benderang tanpa pelita” lantaran bertumpu pijak yang berkhidmat pada ladang spiritual. Dalam hal ini terutama ibadah sholat sebagai mi’raj-nya kaum muslimin menuju titik sumbu Rabbul Izzati. Itu sebabnya hakikat ilmu letaknya bukan di kepala, tetapi di hati.
Semasa hayatnya, kegiatan KH.Bahaudin Mudhary diamalkan untuk pendidikan dan dakwah Islamiyah. Tahun 1949, Bahaudin mendirikan Yayasan Pesantren Sumenep.
Pada tahun 1954 Ketua Muhammadiyah cabang Sumenep, Kepala SMA Yayasan Pesantren, mengajar bahasa Jerman dan Perancis di SMA Sumenep sekitar tahun 1960-1965 serta dosen di IKIP Negeri dan pernah mendirikan Akademi Metafisika.
Hingga akhir hayatnya, selain mengasuh Pesantren Kepanjin Sumenep juga menjabat Kepala Kantor Departemen Agama Sumenep, Ketua Umum GUPPI Jawa Timur, Ketua MUI Jawa Timur dan anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur. Banyak buah penanya, senantiasa mewarnai langgam kehidupan rohaninya yang mapan.
Salah satu hal yang paling menarik dari riwayat KH.Bahaudin Mudhary adalah peristiwa pada tahun 1970. Yaitu pertengahan bulan Maret di kediaman Pak Marzuki santri di kota Sumenep Pulau Madura. Bagi sebagian orang, kisah yang terjadi lebih dari 40 tahun silam ini boleh jadi dianggap basi. Bahkan sangat basi bagi kebanyakan publik hari ini. Namun substansi dan pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya, meski telah berkali -kali diterbitkan dalam bentuk buku, bahkan juga telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, tetap menarik disimak.
Padahal, saat peristiwa ini terjadi, teknologi audio-visual 40 tahun silam itu masih sangat sederhana. Sementara seluruh rangkaian peristiwa dalam Dialog Masalah Ketuhanan Yesus antara KH. Bahaudin bersama Misionaris Antonius Widuri saat itu yang masing masing berupaya mendeskripsikan argumennya seobyektif mungkin tentu sangat berharga bagi para pencari kebenaran. Apalagi soal Ketuhanan Yesus itu justru ditelaah kedua tokoh itu dari versi kitab Injil sendiri.
Hakekat dari dialog itu telah didokumentasikan dan dapat disimak sebagai “hadiah keilmuan” yang patut disyukuri, berdasarkan transkrip asli dari dialog Kyai Haji Bahaudin Mudhary dengan Misionaris Antonius Widuri yang berjudul Dialog Masalah Ketuhanan Yesus.
Adapun naskah sesuai transkrip asli dialog itu tersusun sesuai urut-urutan sebagai berikut:
Mukadimah, Latar Belakang, Kitab Suci Bibel, Masalah Ketuhanan Yesus, Yesus Penebus Dosa, Dosa Waris, Kitab Al Qur’an Dan Bibel, Muhammad SAW Adalah Utusan Allah, Perselisihan Ayat-Ayat Dalam Bibel, Masuk Islam, Penutup, KH. Bahaudin Mudhary.
Untuk yang berminat dan agar mendapat gambaran utuh tentang substansi dialog itu, silahkan klik http://gusmendem.blogspot.com/2010/09/kisah-menarik-dari-sumenep-madura.html ini dan membaca masing-masing transkrip berdasarkan urut-urutan tadi atau melalui urutan penomoran transkrip di kaki setiap halaman.
Disarikan dari posting yang diunggah oleh: Gus Mendem, di bawah label: Profil pada hari 28 Agustus 2010
Artikel ini ditulis oleh: