Jaksa Agung HM Prasetyo (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Keputusan deponering perkara bekas pimpinan KPK Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) oleh Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, merupakan pelemahan terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Demikian disampaikan saksi ahli hukum tata negara dari Universitas Pancasila yang diajukan kubu OC Kaligis dan SDA, Muhammad Rullyandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (17/3).

Dia mengatakan, kejaksaan harusnya melanjutkan perkara AS dan BW ke pengadilan. Terlebih, lanjut Rullyandi Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tidak memenuhi sesuai ketentuan Undang-undang Kejaksaan Republik Indonesia dalam mendeponering perkara AS dan BW tersebut.

“Deponering AS dan BW bisa menimbulkan ketidakpastian hukum di negara ini, karena penetapannya oleh jaksa agung tidak memenuhi syarat yang semestinya,” ujar Rullyandi.

Dengan demikian, deponering tidak besifat mutlak karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi diantaranya ada proses hukum yang sedang berjalan, serta koordinasi antara penyidik dan penuntut umum.

“Itu jadi pertanyaanya. Apakah proses hukum sudah berjalan dengan baik? Kalau sudah jelas, itu mengurangi kepastian hukum dan kewibawaan hukum.”

Rullyandi menilai mengurangi kepastian hukum, pasalnya, bukti perkara AS dan BW sudah memenuhi syarat formil dan materil untuk disidangkan di pengadilan.

“Segala bukti-bukti yang sudah ada.”

Selain itu, deponering AS dan BW tidak menunjukkan adanya kepentingan negara atau demi kepentingan umum. Misalnya, jika dua perkara itu lanjut ke persidangan, tidak menimbulkan kegentingan atau berbagai efek negatif lainnya.

“Kalau tidak ada yang membuktikan itu untuk kepentingan negara atau masyarakat luas, misalnya terjadi stagnan dan terjadi kekacaun dan stagnan dari negara, itu baru bisa.

“Tapi kan ini tidak. Tidak ada urgensi ketatanegaraan, tidak ada yang menyangkut kepentingan negara. Semua kepentingan politik. Semuanya di mata hukum itu sama.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu