Jakarta, Aktual.com – Sidang lanjutan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Gunawan Jusuf dan M Fauzi Thoha (Pemohon) melawan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri (Termohon) dengan agenda pemeriksaan ahli dari ‎termohon kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (12/1).

Ahli Hukum Pidana Universitas Parahiyangan (Unpar), Djisman Samosir menilai gugatan praperadilan yang diajukan Gunawan Jusuf dan Fauzi Thoha melanggar atau bertabrakan dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia.

“Kalau menurut saya tidak berdasarkan hukum, tidak boleh bicara rasa keadilan. Karena rasa keadilan itu sangat subjektif dan universal, adil buat anda ya tidak adil buat saya. Tapi hukum itu (hukum positif) berlaku universal, dimana pun itu berlaku,” kata Djisman usai bersaksi di PN Jakarta Selatan.

Ia menjelaskan yang menjadi persoalan utama gugatan praperadilan ini adalah Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) yang dikeluarkan Bareskrim Polri, padahal yang mengajukan praperadilan yakni Gunawan dan Fauzi masih sebagai terlapor statusnya.

“Pelapor atau terlapor itu tidak boleh (Gugat praperadilan), karena tidak diatur dalam KUHAP. Jadi, kalau masih Sprindik diajukan praperadilan itu bertentangan dengan KUHAP,” ujarnya.

Menurut dia, dalam KUHAP diatur Pasal 79 bahwa yang boleh mengajukan praperadilan adalah tersangka, keluarga atau kuasanya. Maka, tidak ‎ada dalam KUHAP disebutkan terlapor untuk mengajukan gugatan praperadilan.

“Syarat praperadilan sudah jelas saya bilang disitu, salah tahan, salah tangkap, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan dan ganti rugi. Itu syaratnya untuk bisa mengajukan praperadilan,” terangnya.

‎Maka jangan dihubung-hubungkan dengan masalah peninjauan kembali (PK) karena tidak ada relevansinya. Kemudian, perkara yang bisa digugat praperadilan sesuai norma hukum juga adalah perbuatan pidana. Sehingga, soal tata usaha negara (TUN) tidak bisa dipraperadilankan.

“Praperadilan salah satu sarana alat kontrol buat penyidik dan penuntut umum dikhawatirkan ada penyalahgunaan wewenang, maka praperadilan diatur dalam KUHAP. Maka objek diluar hukum pidana ya tidak bisa dijadikan praperadilan, apakah TUN atau lainnya,” katanya.

Sementara Advokat Utama Divisi Hukum Mabes Polri, Kombes Veris ‎Septiansyah menjelaskan Sprindik merupakan suatu hal yang bisa dijadikan pertanggungjawaban dari penyidik untuk melakukan mekanisme penyidikan atau mencari diperintahkan alat bukti, mencari membuat terang suatu tindak pidana atau nantinya mencari siapa pelaku dari peristiwa pidana itu.

“Jadi belum ada dalam sprindik itu dikatakan oleh ahli belum ada satu nilai kerugian yang diderita oleh orang yang dijadikan sebagai terlapor itu, ‎karena ini masih dalam proses pencarian sehingga beliau mengatakan itu tidak tepat Sprindik dijadikan sebagai objek praperadilan,” tandasnya.

‎Untuk diketahui, Gunawan Jusuf dan M Thoha Fauzi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pemohon melawan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri‎ selaku termohon.

Gunawan dan Fauzi menggugat Polri terkait diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan lanjutan Nomor: SP.Sidik/896 Subdit I/VI/2017/Dit Tipidum tanggal 22 Juni 2017.

Padahal, Polri mengeluarkan Sprindik tersebut menindaklanjuti laporan dari Walfrid Hot Patar S sesuai Nomor Laporan Polisi: LP/369/IV/2017/Bareskrim tanggal 7 April 2017.‎ Bahkan, status Gunawan dan Fauzi juga masih sebagai terlapor dan saksi bukan tersangka.

Sedangkan, proses sidang praperadilan masih berlangsung diagendakan pekan depan putusan yang dipimpin oleh hakim tunggal Effendi Mukhtar. Sementara, pihak pengacara atau kuasa hukum pemohon tidak berkenan memberikan keterangan atau tak mau diwawancarai soal gugatannya.‎

Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh: