Jakarta, Aktual.com – Terkatung-katungnya pelaksanaan eksekusi keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah), membuat Ombudsman Republik Indonesia prihatin. Hal ini terkait dibatalkannya SK Kepala BPN No.188-VI-1990 atas Eigendon Verponding 7267. Mulai dari pengadilan negeri sampai peninjauan kembali (PK) ahli waris menang.

“Kami sudah menerima surat dari kuasa hukum ahli waris, perihal masalah tersebut pada 19 Februari lalu. Sudah disidangplenokan dan dibentuk tim. Kami akan pelajari lebih dulu,” ungkap Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih saat dihubungi, Senin (26/2).

Setelah berkas pengaduan dipelajari, jelas Alamsyah, pihaknya akan menyurati presiden terkait masalah tersebut. Pihaknya mendorong pelaksanaan eksekusi, jika memang berkas yang diadukan memang benar adanya. “Pasti akan kita surati presiden terkait masalah ini,” tandasnya.

“Setelah telusuri pihak pihak terkait, jika diperlukan kita akan lakukan klarifikasi dengan mempertemukan semua pihak terkait. Baru pastikan apakah ada maladministrasi, dan jika ada terjadinya dipihak mana,” ujar Alamsyah.

Sebelumnya, kuasa hukum ahli waris, RM Wahjoe A. Setiadi, menegaskan, perintah pembayaran ganti rugi tersebut sudah jelas tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Kepala BPN No. 188-VI-1990 atas Eigendom Verponding 7267 seluas 132 hektar yang telah mendapatkan putusan pengadilan dan sudah berkekuatan hukum tetap (inckrah). Lahan ini sebelumnya milik masyarakat yang kemudian menjadi tanah negara, setelah masyarakat diberikan ganti rugi berupa tanah hak milik seluas 16 hektar di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Namun tidak diberikan kepada masyarakat.

Pada 2001 karena tanah yang dijanjikan tidak kunjung didapat dan bahkan di atasnya berdiri berbagai gedung milik pemerintah dan swasta, seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah, Kedubes Malaysia, Kedubes Rusia dan kawasan bisnis lainnya. Masyarakat mengajukan gugatan.

“Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya sudah membayar ganti rugi tersebut. Kasihan para ahli waris yang jumlanya mencapai 800 orang sudah menunggu 38 tahun,” ujarnya.

Wahjoe mengungkapkan, dalam upaya memperoleh ganti rugi ini pihaknya sudah tiga kali berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang isinya meminta agar pembayaran ganti rugi segera dilaksanakan. “Masalah ini sudah terlalu lama dan seharusnya menjadi perhatian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

Wahjoe berharap, Pemerintahan Joko Widodo berkomitmen dalam penegakan hukum dan merealisasi atas program Nawacitanya. Pasalnya, masalah lahan Kantor Kemenkum HAM, Kemenkop UKM dan sejumlah Kedubes tersebut bukan sengketa lagi melainkan tinggal eksekusi ganti rugi saja.

Selain itu, sesuai dengan hukum acara perdata, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah bisa langsung membayar atau melaksanakan eksekusi melalui BPN, yang kemudian diteruskan kepada para ahli waris melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Hukum No. 80/PMK.01/2015 tertanggal 15 April 2015, sebenarnya sudah tidak ada masalah lagi terkait pencairan ganti rugi,” tegas Wahjoe.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: