Jakarta, Aktual.com – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mempertanyakan kebijakan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo yang tidak mewajibkan adanya kewajiban kontribusi tambahan dalam sejumlah izin pelaksanaan reklamasi yang dikeluarkan pada 2012.

“Saya pertanyakan kenapa izin pelaksanaan reklamasi yang dikelaurkan Gubernur Fauzi Bowo tidak mencantumkan kontribusi tambahan? Raperda yang sudah disiapkan pada tahun 2011 juga izin prinsipnya hilang seminggu sebelum kami dilantik. Di sini bagus tanya itu kepada Pak Fauzi Bowo,” kata Ahok saat menjadi saksi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (5/9).

Ahok menjadi saksi untuk terdakwa mantan Ketua Komisi D Mohamad Sanusi yang didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait dengan pembahasan RTRKSP dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar.

Uang suap itu digunakan agar Sanusi mengubah isi raperda mengenai kontribusi tambahan yang terdapat pada Pasal 116 Ayat (6) mengenai kewajiban pengembang yang terdiri dari (a) kewajiban, (b) kontribusi, (c) tambahan kontribusi; dan Pasal 116 Ayat (11) mengenai tambahan kontribusi dihitung sebesar 15 persen dari NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenai.

“Kalau saya jadi auditor, ini dihilangkan, saya ‘kan bertanya ‘Anda gubernur, kok, bisa-bisanya gubernur yang lama minta kontribusi tambahan (gubernur sebelum Fauzi) kenapa kamu tidak ada kontribusi tambahan? Saya persoalkan kenapa Fauzi Bowo memberikan izin pada tahun 2012 tanpa kontribusi tambahan. Saya harap penuntut umum bisa memproses lebih dalam,” tambah Ahok.

Izin pelaksanaan reklamasi sudah dikeluarkan sejak zaman Gubernur Fauzi Bowo pada tahun 2010, yaitu Pulau 2A kepada PT Kapuk Naga Indah (KPI), dilanjutkan penerbitan persetujuan prinsip pulau A, B, C, dan D kepada PT KPI; izin pelaksanaan Pulau 1 dan Pulau 2B kepada PT KPI; Pulau G kepada PT MWS; Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci; dan Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo bekerja sama dengan PT Agung Dinamika Persada. Izin pun diperpanjang pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada tahun 2014 s.d. 2015.

“Saya curiga kenapa izin pelaksanaan, raperda saat zaman Fauzi Bowo tidak ada kontribusi tambahan, saya tidak berani ikuti jejak beliau,” ungkap Ahok.

Ahok ngotot memasukkan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) dari total lahan yang dapat dijual dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) karena dinilai dapat memberikan keuntungan besar kepada ihak Pemprov DKI dan masyarakat.

“Bila 15 persen dikali NJOP dikali luas lahan yang dapat dijual dan dijual dalam waktu selama 10 tahun, DKI dapat memperoleh Rp158 triliun atau kalau langsung dapat dijual semua pulau reklamasi dapat Rp48 tirliun. Uang itu bisa untuk membangun Jakarta, bikin pompa, tanggul, MRT (mass rapid transportation),” ungkap Ahok.

Apalagi, menurut Ahok, ada dasar hukum terhadap tambahan kontribusi tersebut, yaitu Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 52 Tahun 1995 yang mengatur mengatur ruang daratan dan pantai, Perda No. 8 Tahun 1995 dan perjanjian antara pemda dan PT Manggala Karya Yudha (MKY) yang juga dimiliki salah satu putri mantan Presiden RI Soeharto pada tahun 1997.

Adapun besaran 15 persen itu diperoleh dari kalkulasi dividen yang diperoleh berdsarkan pengalaman reklamasi di pantai barat dan timur Ancol yang pernah dilakukan oleh BUMD.

“Pertanyaann saya kenapa Baledga ngotot membela pengembang, padahal pengembang saja setuju dengan kami untuk memberikan kontribusi tambahan, jadi saya heran Balegda yang saudara bela ngotot menghilangkan 15 persen, sedangkan pengembang setuju dengan saya,” tegas Ahok kepada penasihat hukum Sanusi, Maqdir Ismail.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby