Jakarta, Aktual.com — Ada sebuah kisah yang harus kita teladani.
Kisah ini ditulis oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah di dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Kejadian ini juga disaksikan langsung oleh beliau. Syaikh Abdul Fattah salah satu murid almarhum Prof.Dr. Syaikh Al Sayyid Muhammad ‘Alwi Al Maliki Al Hasani.
Begini ceritanya…
Suatu ketika, Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani sedang duduk dalam sebuah halaqah di serambi Masjidil Haram bersama beberapa santrinya.
Pada bagian lain, juga di serambi Masjidil Haram, dalam sebuah halaqah duduk Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di atau sering dipanggil Syaikh Ibn Sa’di bersama beberapa santrinya.
Dikisahkan, saat itu langit di atas Masjidil Haram diselimuti mendung tebal kehitaman. Sebuah tanda hujan akan turun di tanah suci umat Islam itu. Dan benar, tak lama kemudian air mulai turun dari langit. Awalnya hanya berupa tetesan air saja. Namun tetesan itu bertambah banyak.Ya.. hujan cukup deras mengguyur Masjidil Haram sat itu.
Rasa syukur dan kegembiraan tergambar di raut muka Sayyid ‘Alwi dan santrinya. Tanpa banyak bicara, beberapa santri meminta izin Sayyid Alwi untuk keluar dari halaqah untuk berhujan ria. Mereka memohon berkah dengan mandi air hujan yang keluar dari saluran air di atas bangunan Ka’bah, kiblat kaum muslimin seluruh dunia itu.
Perbuatan santri Sayyid ‘Alwi itu dilihat oleh polisi Kerajaan Saudi Arabia. Mereka lalu menghampiri santri yang sedang mandi air hujan itu. “Jangan lakukan itu. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik. Hentikan!”. Begitu teguran keras polisi itu.
Teguran keras itu membuat santri bubar. Mereka kembali ke halaqah Sayyid Alwi dan minta penjelasan hukum (fatwa) bahwa “ngalap barokah” dari cucuran hujan dari saluran air Ka’bah dibolehkan dan tidak haram. Sayyid Alwi membolehkan dan sangat menganjurkan hal itu.
Para santri akhirnya keluar lagi. Mereka berhujan ria lagi di bawah Ka’bah. Dan ketika polisi datang lagi menegur, salah seorang santri mengatakan seperti ini: “Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami bahwa boleh mengambil berkah dari air ini.”
Polisi itu akhirnya mendatangi halaqah Syaikh ibn Sa’di. Dia menanyakan ihwal fatwa Sayyid ‘Alwi yang membolehkan santrinya mengambil berkah dari air hujan.
Tak lama, Syaikh ibn Sa’di mendatangi halaqah Sayyid ‘Alwi. Dia kemudian duduk di sebelah Sayyid ‘Alwi. Melihat dua ulama besar yang ada di Saudi Arabia saat itu duduk bersama, maka orang-orang yang ada di sekitar mulai mendatangi dan duduk untuk menunggu dan mendengar apa yang dibicarakan oleh kedua ulama tersebut.
Ya. Saat itu terjadi dialog antara keduanya. Sama sekali tidak ada rasa permusuhan dan kemarahan antara keduanya ketika berdialog. Dengan sangat santun dan penuh etika, Syaikh Ibn Sa’di memulai dialog itu:
Syaikh ibn Sa’di: Benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?
Sayyid ‘Alwi: Benar. Bahkan air tersebut memiliki dua berkah.
Syaikh ibn Sa’di: Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Sayyid ‘Alwi: Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan: “Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah.” (QS. Qaf [50] : 9). Dan Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman mengenai Ka’bah:”Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Mekkah, yang diberkahi (oleh Allah).” (QS. Ali Imran [3] : 96).
Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.
Syaikh Ibn Sa’di: “Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”
Kemuliaan dan kebesaran jiwa kedua ulama dalam menerima kebenaran terlihat jelas dalam dialog singkat itu. Tidak ada sedikitpun rasa marah, merasa kalah atau merasa terendahkan dihadapan orang yang hadir sekitarnya.
Tak lama kemudian Syaikh Ibn Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan minta izin untuk meninggalkan halaqah. Namun sebelum Syaikh Ibn Sa’di meninggalkan halaqah, Sayyid ‘Alwi memohon satu hal ke Syaikh Ibn Sa’di.
Sayyid ‘Alwi: Saya melihat para polisi itu mengira bahwa mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengafirkan dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat Anda melarang mereka.
Sayyid ‘Alwi minta kerelaan dan bantuan Syaikh ibn Sa’di untuk juga mengambil air hujan yang jatuh dari saluran air Ka’bah juga sebagai contoh agar Polisi tidak lagi melarang dan berhenti mensyirikkan orang yang mengambil berkah dari air hujan.
Dan benar, sebagai penghormatan terhadap Sayyid Alwi, Syaikh Ibn Sa’di segera menuju saluran air di Ka’bah. Beliau membasahi pakaiannya dengan air itu dan meminum air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah untuk mengambil berkahnya.
Polisi tersebut akhirnya meninggalkan Syaikh ibn Sa’di dan kerumunan orang di sekitar Ka’bah.
Siapa Syaikh Ibn Sa’di dan Sayyid Alwi?
Syaikh Ibn Sa’di adalah seorang Mufassir al-Muhadits as-Salafi. Beliau adalah penulis kitab tafsir “Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan” yang dikenal dengan Tafsir as-Sa’di.
Nama lengkapnya adalah Syaikh Abu Abdillah Abdurrahman bin Nashir bin Abdillah bin Nashir bin Hamd Aal Sa’di al-Tamimi al-Najdi al-Hanbali atau sering ditulis Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di. Syaikh ibn Sa’di berasal dari Bani Tamim dan dilahirkan di Unaizah pada tahun 1307 H (1889 M) dan meninggal pada tahun 1376 H (1957 M).
Syaikh Ibn Sa’di adalah ulama yang memiliki wawasan sangat luas. Di salah satu bukunya “ad-Dalail al-Qur’aniyyat fi anna al-ulum an-Nafi’at al-Ashriyyat Dakhilatun fi ad-Dinn al-Islami”, beliau membantah sebagian ulama yang saat itu menganggap teknologi seperti mikrophone dan loudspeaker sebagai sihir.
Beliau adalah guru dari Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, seorang ulama Wahhabi kontemporer Saudi Arabia yang sangat popular dan kharismatik.
Sedangkan Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani dikenal luas sebagai ayah dari almarhum Prof.Dr. Syaikh Al Sayyid Muhammad ‘Alwi Al Maliki Al Hasani yang sering mengunjungi Indonesia itu.
Sayyid ‘Alwi juga seorang ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif dan Jeddah, Sayyid ‘Alwi adalah ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”.
***
Dialog antar kedua ulama ini adalah sebenarnya jadi contoh penting bahwa tidak ada permusuhan antara sufisme dan salafi. Tidak ada permusuhan sedikitpun antarmuslimin meski berbeda pendapat dalam beberapa hal.
Semoga cerita ini patut dijadikan dasar untuk membentengi umat Islam dari dorongan kuat kelompok tertentu untuk memecah belah Islam, saling fitnah antar kaum muslimin.
(Faizal Rizki Arief)