Akal-akalan Freeport. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengungkapkan kegembiraannya atas kesepakatan antara holding industri pertambangan Indonesia (Inalum) dengan PT Freeport dalam hal meningkatkan kepemilikan saham nasional menjadi 51 persen sesuai dengan perintah UU Minerba No.4 Tahun 2009.

Kesepakatan kali ini ditandai dengan penandatanganan Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement) oleh pihak terkait yang berlangsung 12 Juni 2018. Meskipun diketahui, bukan hanya kali ini pemerintah mengklaim telah mengantongi 51 persen saham tambang di Papua itu.

Sebelum ini, tepatnya pada tanggal 29 Agustus 2017 lalu, pemerintah juga mengumumkan bahwa Freeport telah menandatangani persetujuan pelepasan saham hingga kepemilikan nasional menjadi 51 persen, namun tindak lanjut dari itu mengalami negosiasi alot hingga kendati bertentangan dengan semangat UU No.4 Tahun 2009, pemerintah terpaksa berkali-kali memberikan izin ekspor konsentrat agar PTFI tetap beroperasi.

“Alhamdulillah, Jangan dipikir (negosiasi) ini mudah, sangat alot sekali dan begitu sangat intens, terutama dalam 1,5 tahun terakhir. Karena ini menyangkut sebuah negosiasi yang tidak mudah,” kata Jokowi.

Seperti yang telah disinggung, pada 12 Juli digelar Konferensi Pers bersama oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait Pokok-Pokok Kesepakatan Divestasi Saham PT. Freeport Indonesia (PTFI) antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dan Freeport-McMoran Inc. (FCX).

CEO Freeport McMoran Richard Adkerson (ketiga kiri) bersama
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi (ketiga kanan) melakukan penandatangan Head of Agreement (HoA) dalam rangka pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia Perjanjian awal berupa Head of Agreement (HoA) disaksikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (12/7). Pemerintah Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) merogoh kocek US$3,85 miliar atau setara Rp55 triliun (asumsi kurs Rp14.400 per dolar AS) untuk menggenggam 51 persen saham PT Freeport Indonesia. AKTUAL/Tino Oktaviano

Dalam perjanjian tersebut, Inalum akan mengeluarkan dana sebesar USD 3,85 miliar untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto di PTFI dan 100% saham FCX di PT Indocopper Investama, yang memiliki 9,36% saham di PTFI. Para pihak akan menyelesaikan perjanjian jual beli ini sebelum akhir tahun 2018.

Dalam perhitungannya, semula Indonesia memiliki saham 9,36% pada PTFI, kemudian terjadi proses conversi participating interest (PI) Rio Tinto menjadi 40% saham dan saham Indonesia 9,36% terdelusi menjadi 5,6%. Sisanya untuk mencapai 51%, Inalum membeli saham PT Indocopper Investama yang ada di PTFI.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan “Pemerintah berkomitmen untuk menjaga iklim investasi yang kondusif untuk memberikan kepastian kepada investor yang berinvestasi di Indonesia.”

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan “BUMN memiliki kepedulian, komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Sejalan dengan fungsi BUMN sebagai agen pembangunan, BUMN akan menjadi ujung tombak proses hilirisasi industri pertambangan Indonesia guna memberi nilai tambah maksimal bagi masyarakat, termasuk menjalankan usaha pertambangan secara profesional dan bertanggung jawab berlandaskan prinsip good corporate governance.”

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan “Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka keseluruhan kesepakatan dengan FCX yang meliputi divestasi 51% saham, perubahan dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK (untuk mengakali agar tetap ekspor konsentrat sebab KK dilarang ekspor oleh UU No 4 Tahun 2009), telah dapat diselesaikan, termasuk komitmen pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian. Oleh sebab itu PTFI mendapatkan perpanjangan IUPK Operasi Produksi maksimal 2X10 tahun.”

“Kami harapkan nilai tambah komoditi tembaga dapat terus ditingkatkan melalui pembangunan pabrik peleburan tembaga berkapasitas 2-2,6 juta ton per tahun dalam waktu 5 tahun.”

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menambahkan “Melalui penguasaan saham mayoritas PTFI oleh Inalum, Pemerintah mengharapkan kualitas terhadap pengelolaan lingkungan di area tambang PTFI terus ditingkatkan. Kami meyakini bahwa PTFI sebagai salah satu pengelola tambang terbesar di dunia, akan mampu menjaga aspek keberlanjutan dari lingkungan terdampak area tambang.”

Berdasarkan laporan keuangan 2017 yang telah diaudit, PTFI membukukan pendapatan sebesar USD 4,44 miliar, naik dari USD 3,29 miliar di tahun 2016. Perusahaan juga membukukan laba bersih sebesar USD 1,28 miliar, naik dari USD 579 juta. PTFI memiliki cadangan terbukti (proven) dan cadangan terkira (probable) untuk tembaga sebesar 38,8 miliar pound, emas sebesar 33,9 juta toz (troy ounce) dan perak sebesar 153,1 juta toz.

Sementara itu pada tahun 2017 Inalum membukukan pendapatan sebesar USD 3,5 miliar dengan laba bersih konsolidasi mencapai USD 508 juta. Holding Industri Pertambangan Inalum juga tercatat memiliki sumber daya dan cadangan nikel sebesar 739 juta ton, bauksit 613 juta ton, timah 1,1 juta ton, batubara 11,5 miliar ton, mas 1,6 juta toz dan Perak sebesar 16,2 juta toz.