Beranda Headline Gara-Gara Mafia Tanah

Gara-Gara Mafia Tanah

Ilustrasi: Mafia Tanah
Ilustrasi: Mafia Tanah

Hingga Februari 2022 tahun lalu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) mencatat sebanyak 8.000 kasus sengketa tanah yang terjadi dan melibatkan mafia tanah. Celakanya, bukan hanya kepada individu, jaringan mafia tanah juga menyasar perusahaan-perusahaan sebagai korban. Salah satu diantaranya adalah Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Wajah Okky Suhartini tampak lesu saat menceritakan kisahnya yang menjadi mangsa mafia tanah. Perempuan berusia 53 tahun itu pun mengaku sudah berkali-kali menjadi korban mafia tanah. Setidaknya dalam ingatannya, sudah 4 kali, dia terjebak oleh sindikat mafia korban tanah yang bernama Deny (bukan nama sebenarnya). Imbasnya, jumlah potensi kerugian yang dialaminya mencapai angka puluhan miliar rupiah.

Korban Mafia Tanah, Okky Suhartini (Aktual.com)
Korban Mafia Tanah, Okky Suhartini (Aktual.com)

Okky pun menjelaskan asal mula perkenalannya dengan Deny yang ditudingnya sebagai bagian dari sindikat mafia tanah. Deny, menurutnya, menjanjikan banyak tanah siap jual yang bisa mendatangkan keuntungan. Sayangnya, dalam kenyataannya, tak satupun tanah yang ditawarkan tadi bebas masalah. Semua tanah yang disorongkan kepadanya, meninggalkan permasalahan dan sengketa dengan pihak lain.

“Misalnya soal Tanah (di Cogreg-Bogor) yang bermasalah. Satu tanah, suratnya ganda. Ada 5 sertifikat HGB dan SHM. Kurang lebih senilai Rp 2 miliar untuk membayar tanah seluas 2 hektar,” kata Okky saat ditemui reporter aktual.com di Sawangan Depok awal Januari lalu.

Perempuan yang bekerja menjadi broker properti itu, mengenali Deny sebagai bagian dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di sebuah desa di Kabupaten Bogor. Deny, ungkap dia, mengklaim dirinya memiliki banyak informasi dan koneksi penjualan tanah di seluruh kabupaten Bogor. Termasuk dengan jejaring di notaris dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Misalnya dalam satu transaksi jual beli tanah. Okky sangat keheranan dengan status kepemilikan tanah. Dirinya mendapatkan fakta bahwa satu akte jual beli (AJB) tersebut ternyata dimiliki oleh banyak orang.

“Tiba-tiba terbit AJB yang sudah ditandatangani notaris. Mereka menyiapkan seluruh dokumen palsu sebagai dasar menerbitkan AJB. Padahal modal surat-suratnya tidak diakui oleh orang kelurahan,” jelas dia.

Okky sempat menunjukkan kepada redaksi aktual.com, AJB tanah yang dimaksud. Dalam AJB tersebut memang tercantum stempel yang seolah-olah menunjukkan bahwa dokumen tersebut memang asli dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ternyata, AJB tersebut tak berlaku karena memang tidak ada penjualan atau peralihan hak dari si pemilik tanah kepada siapapun.