Beranda Headline Gara-Gara Mafia Tanah

Gara-Gara Mafia Tanah

Bayu Romas, Manajer Perumda Pembangunan Sarana Jaya (Aktual.com)
Bayu Romas, Manajer Perumda Pembangunan Sarana Jaya (Aktual.com)

Bayu Romas, Manajer Perumda Pembangunan Sarana Jaya juga mengaku perusahaannya turut menjadi korban dari aktivitas mafia tanah. Bayu menceritakan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PD. Sarana Jaya) terpaksa harus menyerahkan sejumlah aset tanahnya di Pulogebang karena kalah di pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) memutuskan pembelian tanah oleh PD Pembangunan Sarana Jaya di daerah Pulogebang sebagai sesuatu yang tidak sah.

Bayu pun menduga mafia tanah bermain dalam proses pengadilan tersebut. Pasalnya, aktivitas pembelian tanah yang selama ini tidak bermasalah, mendadak digugat oleh seorang warga bernama Haji Marjan yang mengaku sebagai pemilik tanah. Haji Marjan melalui ahli warisnya, mengaku memilik Girik tanah tersebut dan tidak pernah mengalihkan hak kepemilikan tanah itu kepada siapapun, termasuk kepada PD Sarana Jaya. Atas dasar itulah, PN Jaktim akhirnya memenangkan gugatan yang ditujukan kepada PD Sarana Jaya.

“Pada saat kita beli, tanah ini ada plang PT AP. Ini berarti gak ada masalah dong. Tanah ini sepenuhnya dikuasai PT AP. Kita sudah cek di BPN, tidak ada masalah. Sertifikatnya valid. Loh masak kita kalah dengan girik yang gak jelas dengan wilayah lokasi yang berbeda,” ujar Bayu saat memberi penjelasan kepada reporter aktual.com, pertengahan Januari lalu.

Padahal Bayu menegaskan pihaknya tidak mau dan tidak akan pernah membeli tanah yang bermasalah. Sarana Jaya, ungkapnya, sudah melakukan prosedur pengecekan status tanah berkali-kali sebelum membeli lahan tersebut dari PT Adonara Propertindo (AP).

Tidak hanya cukup mendatangi lokasi, Sarana Jaya juga mengkonfirmasi langsung status kepemilikan tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur. Hasilnya, BPN memastikan tanah seluas 37 ribu meter tersebut tanpa sengketa dan permasalahan.

“Jadi, tanah ini kami sudah cek ke BPN. Secara legalitas, tidak masalah. Jadi di BPN, tanah ini tidak ada klaim bahwa tanah itu milik mereka. Biasanya ada blokir ya ataupun ada hal-hal yang lain, sehingga tidak bisa dilanjutkan prosesnya. Kita cek juga memang tanah itu memang milik PT AP, sehingga kita membeli tanah itu aman secara hukum,” jelas dia.

Karena itu, Bayu pun kembali percaya pihaknya menjadi korban praktek mafia tanah. Sebab, dalam benaknya, sulit membayangkan kemenangan gugatan dalam pengadilan hanya dengan bermodal Girik semata. Terlebih, selama ini, PD Sarana Jaya juga sudah melakukan proses jual beli lahan tersebut secara sah dengan lima AJB yang dibuat di hadapan notaris.

“BPN memberikan bukti bahwa tanah tersebut secara legal, sah ada warkahnya. Ini ada duplik dari BPN; buku tanah dan warkah. Ada catatannya, penerbitan guna bangunannya berdasarkan tanah pailit itu. Ada keputusan kepala kantor BPN. Kita beli tanah ini hampir Rp 300 miliar. (Masak) Kita dikalahkan dengan girik,” jelasnya.

Meski demikian, Bayu enggan menyebut siapa sosok mafia tanah yang dimaksud. Dirinya hanya menyinggung nama tersebut sebagai figur yang memang disebut-sebut menjadi mafia tanah terbesar di Jakarta Timur. Bayu bahkan mengaku nama tersebut sudah terkonfirmasi dari laporan sejumlah anak buahnya di lapangan.

“Indikasinya, mafia tanah yang bermain. Saya gak mau sebutin namanya. Ini mafia tanah yang besar di Jakarta Timur. Dia punya banyak tanah di situ,” ungkap dia.

Dua cerita korban mafia tanah ini melengkapi ribuan kasus sengketa tanah yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian ATR/ BPN pada Februari 2022 lalu, ada 8 ribu kasus sengketa tanah dengan luas tanah hampir 90 juta bidang tanah yang sudah dilaporkan ke kementerian itu. Pemerintah pun mengklaim terus berusaha menyelesaikan permasalahan tanah tersebut.