Secara Hukum Saham PTFI 51% Belum Didapat Indonesia
Selanjutnya dengan posisi Indonesia saat ini yang dinilai oleh banyak kalangan mengalami kerugian, apakah proses negosiasi masih bisa ditinjau ulang dengan mempertimbangkan asas manfaat dan kelestarian lingkungan serta rasa keadilan bagi rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945 pasal 33 atas eksploitasi sumber daya alam? Ataukah memang justru malah pemerintah yang bersikeras mempertahankan kelanjutan negosiasi demi prestise dan gagah-gagahan yang menganggap divestasi saham 51% sebagai prestasi yang seakan berdaulat atas Freeport, kendati nyatanya harus mengelontorkan dana yang tidak wajar untuk membeli aset sendiri dan mengabaikan aspek kerusakan lingkungan.
Berdasarkan keterangan Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana; kesepakatan antara Inalum dengan pihak terkait atas saham di PTFI masih bisa ditinjau ulang karena penandatanganan Head of Agreement (HoA) bukan merupakan nota perjanjian jual beli saham. Artinya secara hukum divestasi 51% saham PTFI belum terjadi.
“HoA itu merupakan perjanjian payung sehingga mengatur hal-hal prinsip saja. HoA itu kemudian ditindak-lanjuti dengan sejumlah perjanjian jual beli,” kata Hikmahanto.
Direktur Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PISHEP), Bisman Bakhtiar juga mengatakan bahwa secara hukum divestasi belum terjadi, yang ada hanyalah head of agreement sebagai nota pendahulu. Dengan demikian klaim dari pemerintah bahwa telah terjadi divestasi dan Indonesia telah memegang 51 persen saham dari PTFI merupakan suatu kebohongan publik.
“Sangat disayangkan pengambilalihan saham baru sebatas kemungkinan, namun Pemerintah sudah sepakat memberikan perpanjangan operasi Freeport sampai tahun 2041,” tegasnya.
Selain itu, Bisman mengingatkan pemerintah agar bersikap transparan dan menyampaikan kepada publik apa saja isi head of agreement tersebut dan kapan waktu yang pasti pemerintah bisa akuisisi yang sebenarnya atas saham Freeport, termasuk apa saja term and condition atas akuisisi saham tersebut.
- Baca selanjutnya…
Pencitraan PemerintahArtikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta