Ahli Hukum dari Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana menyebutkan setidaknya 44.000 perkara pidana di Indonesia masih terkatung-katung.

“Ada perkara pidana yang terkatung-katung sebanyak 44.000 perkara, dalam artian tidak jelas, tidak dikembalikan,” kata Andri di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (27/4).

Hal itu dia ungkapkan ketika memberikan kererangan sebagai saksi ahli dari pihak pemohon dalam sidang uji materi ketentuan Pasal 50 ayat (1) dan ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Puluhan ribu kasus pidana tersebut, kata Andri, menjadi terkatung-katung akibat tidak adanya batas waktu pelimpahan perkara dari penyidik kepada kejaksaan dalam KUHAP.

Andri menilai hal tersebut menunjukkan rendahnya penegakkan hukum di Indonesia.

“Kalau tidak dikembalikan ya bisa diperbaiki berkas perkaranya, karena buat saya itu menunjukkan kemudian ada masalah dalam probabilitas penegakkan hukum,” kata Andri.

Permohonan uji materi KUHAP ini diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI).

Para pemohon menilai ketentuan a quo tidak memberikan jangka waktu yang pasti sehingga tidak menjamin dan memberikan ruang bagi seorang tersangka untuk mendapatkan kepastian hukum.

Selain itu keberadaan aturan tersebut dapat menghambat upaya pemohon dalam menjaga dan menegakkan nilai-nilai konstitusionalisme dengan berperan aktif melakukan advokasi.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Nebby