Cagub Petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat tiba di Gedung Utama Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan pertamanya menjadi tersangka, Jakarta, Selasa (22/11/2016). Ahok diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Tokoh Aktivis 98 Singgih Budi Prasojo menilai penetapan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai kasus dugaan penistaan agama akan dijadikan sebagai senjata bagi calon petahana dan Tim Sukses-nya. Yakni dengan menunjukkan ke masyarakat bahwa Ahok telah didzalimi.

“Dengan dijadikanya tersangka bukan berarti Ahok tidak bisa berbuat banyak, melainkan dengan statusnya itu Ahok dan Timses-nya merasa dizalimi. Inilah salah satu aksi palsunya,” tegas Sojo, dalam keterangannya kepada Aktual.com, Kamis (24/11).

Menurutnya, usai ditetapkan sebagai tersangka Ahok dengan lantang berkata bahwa dia bisa menjadi Presiden dan bangga akan status tersebut karena bukan kasus korupsi. Terkait ini pula, ia mendesak penegak hukum untuk mengusut berbagai kasus di DKI Jakarta.

Dari kasus pengadaan tanah, pengadaan bus TransJakarta dan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Sebab dalam kasus tersebut ada indikasi Ahok melakukan tindak pidana korupsi.

Di sisi lain, Sojo menilai Ahok tidak Pancasilais dan bahkan berpotensi menimbulkan disintegrasi. Hal itu berangkat dari lisan Ahok yang melakukan penistaan agama dan ucapan-ucapan kasarnya. Perilaku yang disebutnya sudah menjadi karakter dan watak Ahok.

“Bangsa Indonesia tidak akan rugi jika kehilangan Ahok karena bangsa ini kuat. Ahok harus ditahan disitu terlihat bahwa hukum berlaku bagi siapapun, tidak tumpul ke atas tajam ke bawah,” jelasnya.

Pernyataan bahwa Aksi Bela Islam II pada 4 November 2016 lalu dibayar Rp500 ribu per orang, lanjut Sojo, juga menimbulkan permasalahan baru. Pernyataan ditambah dengan statement Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan melarang aksi di jalan protokol karena mengganggu ketertiban umum.

“Pak Presiden enggak usah panik akan hal Aksi Bela Islam yang akan diadakan pada tanggal 2 Desember, karena itu hak warga negara dan bentuk aspirasi rakyat dalam hidup berdemokrasi,” urainya.

Sojo menambahkan, jawaban dari berbagai permasalahan yang muncul belakangan ini hanya satu ; tangkap Ahok. Dengan begitu tidak ada lagi pemborosan waktu dan tenaga yang harus dilakukan Presiden dan semua elemen pemerintah terkait.

“Masyarakat pun hidup damai dan tenteram. Semua ini tidak akan terjadi kalau Ahok santun dan sopan selayaknya pemimpin yang jadi panutan,” demikian Sojo.

Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan