Jakarta, Aktual.com – Kejaksaan Agung menyatakan nasib 10 terpidana yang semula masuk dalam eksekusi mati jilid III, akan ditentukan kemudian atau ditangguhkan karena perlu penelitian kembali.

“Penangguhan itu untuk harus diteliti, saya terima hasil keputusan penangguhan, perlu dilakukan. Nanti akan ditentukan kemudian,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat.

Karena itu, ia meminta semua pihak yang tidak setuju harap bisa memakluminya.

Dikatakan, penangguhan itu juga karena memperhatikan masukan dan melakukan pertimbangan matang.

Sedangkan pertimbangan terhadap empat terpidana yang dieksekusi, ia menjelaskan karena tindak kejahatannya bersifat masif sembari memperhatikan pertimbangan dari sisi yuridis dan nonyuridis.

Menjelang eksekusi JAM Pidum melaporkan, empat orang itu setelah pembahasan dengan unsur-unsur daerah ternyata dari hasil kajiannya seperti itu, tuturnya.

Keempat terpidana mati itu memiliki peran yang penting di kalangan sindikat sebagai pemasok penyedia, pengedar, pembuat dan pengekspor narkoba.

“Jaksa hanya bertugas melaksanakan keputusan pengadilan, perintah undang-undang. Kami melaksanakan sebaik-baiknya,” ucapnya.

Keempat terpidana mati itu, Seck Usmani (42), warga negara Nigeria. Tertangkap tangan dengan barang bukti 2,4 kilogram heroin pada 24 Oktober 2003. Dia telah melalui proses hukum yang cukup panjang.

Humprey Ejite alias Doctor (41), WN Nigeria tertangkap tangan di Depok, divonis mati di PN Jakpus pada 6 April 2004, kemudian 22 Juli 2004 mengajukan banding yang tetap ditolak oleh PT. Kasasi ke MA pada 4 November 2004, dua kali PK ke MA kembali ditolak.

Michael Titus (36), WN Nigeria, ditangkap di Villa Melati Mas BSD Tangerang dengan barang bukti 633 gram heroin, yang bersangkutan berperan sebagai distributor. PN Tangerang, Banten memvonis mati kemudian pada 12 Januari 2014 mengajukan banding dan ditolak. Ia mengajukan kasasi ke MA pada 16 Juli 2004, ditolak juga.

Dua kali dirinya mengajukan PK, 10 Oktober 2011 dan Juli 2016, namun tetap ditolak, kendati demikian dirinya tidak mengajukan grasi.

Freddy Budiman (39), WNI, dirinya ditangkap karena kepemilikan narkoba 1,4 juta butir ekstasi pada 25 Mei 2012 di Jakarta Barat. Saat dipenjara di LP Cipinang, dirinya ditangkap kembali karena memproduksi narkoba di dalam penjara. MA menolak permohonan kasasinya dan upaya PK juga pada 22 Juli 2016, harus kandas.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Nebby