Jakarta,- Negara Amerika Serikat yang dikenal sekuler ternyata memiliki UU Pidana Riba (usury) yang mengatur secara tegas batasan atas bunga pinjaman. Hal itu tertuang dalam Hukum Pidana Negara Bagian New York, Amerika Serikat ‘Section 190.42’ yang dirilis sejak tahun 2014 lalu.
Dalam aturan hukum yang berlaku di negara bagian New York itu, melakukan pungutan riba dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan kriminal tingkat C. Dalam aturan itu, setiap orang dianggap telah melakukan kejahatan pidana criminal tingkat pertama ketika memungut bunga pinjaman sebesar 25% dalam jangka waktu per tahun ataupun jangka pendek. Ketentuan hukum ini sebelumnya sempat mendapatkan pertentangan dari sejumlah kalangan di Amerika, karena dianggap menggangu iklim bisnis negara paman sam.
Menurut Irawan Santoso, SH, seorang advokat dan praktisi hukum yang pernah mengajukan permohonan uji materil ketentuan riba di Mahkamah Konstitusi, hal itu seharusnya menjadi pelajaran bagi negara Indonesia. “Amerika yang negara sekuler saja memberlakukan adanya UU Pidana Riba, mengapa Indonesia yang Pancasila justru tidak memberlakukan ketentuan itu?” ujarnya kepada Aktual.com, Sabtu (08/02/2025) di Jakarta.
Menurut advokat asal Medan itu, walaupun ketentuan Pidana Riba di Amerika masih belum tepat benar karena yang dianggap criminal adalah bunga sebesar 25 persen. “Tapi paling tidak Amerika masih mengenal dan memahami adanya Riba atau usury, sementara di Indonesia ini dianggap sebagai angin lalu saja,” tegasnya.
Dalam pandangannya, ketentuan UU Pidana Riba di Amerika itu, membuat semua kontrak bisnis di Amerika harus mematuhi itu. “Hebatnya mereka memasukkan hal itu sebagai perbuatan pidana, sementara di Indonesia sama sekali tidak dikenal,” terangnya.
Di Indonesia, sambungnya, perihal riba hanya diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 1 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa bunga (tambahan) utang adalah haram. “Tapi Fatwa MUI itu belum masuk dalam regulasi hokum positif, sehingga belum memiliki kekuatan hukum mengikat bagi semua warga negara,” tambahnya.
Dalam pandangannya, aturan perihal riba masih banyak tertera dalam KUH Perdata sampai UU Perbankan dan aturan hukum lainnya. “Tak ada batasan pemungutan bunga utang di sini, padahal korbannya sudah banyak dan yang diuntungkan hanya kelompok pemodal, ini sangat bertentangan dengan konstitusi,” terangnya lagi.
Dia berharap agar elit ulama dan elit politik di Indonesia memahami bahaya akan riba ini. “Masak di negara sekuler saja riba sudah dinggap pidana kriminal, harusnya kita malu,” tukasnya lagi.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain