Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) saat rapat paripurna membahas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2017 di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/8). Pembahasan Rencana Anggaran R-APBN 2017 ini mendengarkan jawaban pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi yang akan dilakukan persetujuan tingkat dua terhadap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2015. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi DPR Komisi XI masih belum menerima kebijakan pemotongan anggaran daerah yang di dalamnya terdapat anggaran guru sebanyak Rp23,3 triliun. Total anggaran yang dipangkas sendiri mencapai Rp133,8 triliun.

Menurut anggota Komisi XI DPR asal Fraksi-Nasdem, Jhonny G Plate, pemangkasan anggaran guru sebanyak Rp23,3 triliun akan menghebohkan, untuk itu pemerintah harus menjelaskan secara detail. Dirinya juga merasa aneh, padahal selama ini anggaran tersebut sudah ada.

“Ibu (Menkeu Sri Mulyani) pernah menjelaskan, pemangkasan gaji guru itu akibat dua hal, berkurangnya insentif terhadap guru karena sertifikasi yang terlambat dan gurunya yang memang tidak ada,” jelas Plate saat raker dengan Menkeu di Jakarta, Rabu (31/8).

Apalagi memang, kata dia, alasan yang pertama itu jumlahnya 80 ribuan. Sedang yang kedua masih belum jelas.

“Nah, Ibu itu dulu mengatakan, “jumlah guru yang sebetulnya tidak ada”. Kalau begitu selama ini fiktif,” cetus dia.

Dirinya pun meminta konfirmasi data jelas terkait pemotongan anggaran Rp23,3 triliun itu. “Dan itu bukan angka kecil. Apalagi pemangkasan akibat data tidak akurat, itu berdampak pada kemungkinan adanya over budget pada belanja guru ini,” tandas Plate.

Bahkan, Plate juga meyakini akan ada kehebohan ke depannya akibat kebijakan tersebut. Ia pun membandingkan dengan kasus Bank Century yang sebesar Rp6,7 triliun yang sempat menghebohkan dan Sri Mulyani salah satu tokohnya.

Soalnya, sebut dia, pemotongan anggaran guru ini sesuatu yang serius. Dan selama ini ada, maka pemerintah perlu memperjelas status dan datanya. Kemana selama itu dana tersebut? Dan digunakan untuk apa dana tersebut?

“Kasus Century aja rakyat begitu hebohnya. Nah, anggaran ini malah sudah bertahun-tahun ada. Jadi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) harus reaudit mundur selama 10 tahun,” tandas Plate.

Anggota Komisi XI DPR asal F-PPP, Elviana juga mempertanyakan kebijakan tersebut. Apalagi di kalangan DPR saja masih berbeda pendapat dalam melihat kebijakan ini.

“Soalnya pemotongan tunjangan guru ini sesama DPR saja terjadi dua statement yang berbeda. Di Komisi X bilang, itu pelanggaran UU, sementara di Komisi XI bilang, itu data yang keliru,” jelas Elviana.

Masalah ini mestinya menjadi persoalan serius. Apalagi setahu dia yang mantan anggota Komisi X, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan akan membayar tunjangan guru.

“Itu perlu dijelaskan ke publik secara detail. Apalagi selama ini pihak Kemendikbud hanya mengurusi masalah RKB (ruang kelas baru),” ujarnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka