Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit sebesar Rp93,4 triliun per Juli 2024. Defisit ini, yang setara dengan 0,41 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), meskipun terkesan signifikan, sebenarnya masih jauh lebih kecil dibandingkan target defisit APBN 2024 yang ditetapkan pada angka 2,29 persen. Pernyataan ini menandakan bahwa meski ada kekhawatiran tentang keseimbangan fiskal negara, pemerintah tetap optimis bahwa kondisi keuangan negara masih berada dalam jalur yang aman dan terkendali.
Penting untuk dipahami bahwa defisit anggaran bukanlah fenomena baru dalam perekonomian nasional. Defisit ini merupakan gambaran dari perbedaan antara pendapatan negara dan belanja negara. Dalam konteks ini, meskipun terjadi defisit, pendapatan negara diproyeksikan akan mencapai Rp2.802,5 triliun hingga akhir tahun 2024, yang mencerminkan pertumbuhan sebesar 0,7 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini, meskipun relatif kecil, menjadi bukti bahwa aktivitas ekonomi Indonesia masih cukup terjaga dan bergerak positif di tengah berbagai tantangan global.
Kontribusi terbesar dalam pendapatan negara berasal dari beberapa faktor utama, yaitu implementasi reformasi perpajakan, peningkatan dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta peningkatan layanan kementerian dan lembaga (K/L). Reformasi perpajakan yang terus diupayakan oleh pemerintah menjadi salah satu pilar penting dalam memastikan bahwa pendapatan negara dapat terus tumbuh dan tidak bergantung pada satu sumber utama saja. Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan basis pajak, tetapi juga mendorong kepatuhan wajib pajak sehingga potensi penerimaan pajak dapat dimaksimalkan.
Selain dari reformasi perpajakan, peningkatan dividen BUMN juga memainkan peran signifikan. BUMN, sebagai entitas yang dimiliki negara, telah berkontribusi melalui kinerja yang lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan dividen ini menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang penting, terutama di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan. Hal ini menunjukkan bahwa BUMN tidak hanya berfungsi sebagai motor penggerak ekonomi nasional, tetapi juga sebagai sumber pendapatan yang dapat diandalkan oleh pemerintah.
Namun, di sisi lain, belanja negara diproyeksikan mencapai Rp3.412,2 triliun, atau 102,6 persen dari pagu APBN 2024. Angka ini menunjukkan bahwa pemerintah tetap mempertahankan peran APBN sebagai “shock absorber” atau penyangga untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di tengah berbagai tekanan. Dalam situasi di mana ketidakpastian ekonomi global masih tinggi, belanja negara yang optimal menjadi krusial untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Melalui belanja ini, pemerintah berupaya melindungi daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok yang paling rentan terhadap dampak ekonomi.
Selain itu, belanja negara juga diarahkan untuk mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional. Di antaranya adalah pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta program-program yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Pemerintah menyadari bahwa di tengah tantangan global, investasi dalam pembangunan manusia dan infrastruktur tetap menjadi prioritas utama untuk memastikan bahwa Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang.
Meskipun demikian, Kementerian Keuangan sebelumnya telah memproyeksikan bahwa defisit anggaran hingga akhir tahun 2024 akan berada pada level 2,7 persen PDB, melebar dari target awal yang sebesar 2,29 persen. Kenaikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perlambatan ekonomi global yang mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia, serta kebutuhan untuk meningkatkan belanja negara guna mendukung pemulihan ekonomi domestik. Meskipun proyeksi ini menunjukkan adanya potensi pelebaran defisit, pemerintah tetap optimis bahwa kondisi fiskal masih terkendali dan dalam batas yang dapat dikelola.
Sebagai penutup, defisit anggaran yang dialami oleh APBN per Juli 2024 ini harus dipandang dalam konteks yang lebih luas. Pemerintah, melalui berbagai kebijakan fiskal dan moneter, berupaya untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil tetap mendukung pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Meski menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam negeri maupun global, optimisme tetap terjaga bahwa perekonomian Indonesia akan terus tumbuh dan stabil dalam jangka panjang. Dengan demikian, defisit anggaran ini tidak semata-mata menjadi tanda kelemahan, tetapi juga refleksi dari komitmen pemerintah untuk terus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas fiskal.
Redaksi Aktual