Matan Hadits

عَنْ أَبِي العَبَّاسِ سَعْدِ بْنِ سَهْلٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ: دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِيَ النَّاسُ؟ فَقَالَ: «اِزْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ» حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيْدَ حَسَنَةٍ.

 

Dari Abul Abbas Sa’ad bin Sahl As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ada seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang apabila aku lakukan, Allah mencintaiku dan manusia juga mencintaiku.” Beliau menjawab, “Zuhudlah di dunia, maka Allah akan mencintaimu. Begitu pula, zuhudlah dari apa yang ada di tangan manusia, maka manusia akan mencintaimu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan selainnya dengan sanad hasan)

 

Faedah, Tanbih dan Hikmah Hadits

Saat Rasulullah saw wafat, sahabat Sa’ad bin Sahl ra. berusia 15 tahun. Beliau merupakan sahabat yang wafat terakhir di Madinah pada tahun 98 H. dan beliau meriwayatkan 188 hadits. Ayahnya meninggal saat sedang bersiap menuju perang Badar.

 

Dalam pembahasan hadits-hadits sebelumnya telah dijelaskan bahwa wara’ adalah meninggalkan perkara yang syubhat. Sedangkan zuhud adalah meninggalkan yang syubhat dan membatasi dari yang halal. maksudnya adalah meninggalkan perkara dunia yang tidak dibutuhkan dan merasa cukup. Tidak berlebihan bahkan terhadap perkara yang halal sekalipun. Zahid (Orang yang zuhud) paham bahwa cinta dunia adalah pangkal dari segala kerusakan dan kesalahan (dosa). Rasulullah saw bersabda,

حب الدنيا رأس كل خطيئة

“Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan.” (HR. Baihaqi)

Zuhud bukan berarti sama sekali tidak mau dengan dunia, tapi hanya sekedar memenuhi kewajiban di dunia dan menggunakannya sebagai sarana ibadah kepada Allah. seperti bekerja untuk menafkahi keluarga dan lain sebagainya.

Raihlah keselamatan dengan menghindari perbuatan syubhat (Wara’). Dan raihlah keutamaan dengan membatasi yang halal (Zuhud) dan melihat pemberian Allah dengan kacamata ketercukupan. kalo orang jawa bilang, “Nerimo ing pandum”. Menerima segala pemberian Allah apa adanya tanpa menuntut yang lebih dari itu. Para ulama menyebutnya dengan sifat Qana’ah.

Rasulullah saw juga memerintahkan agar zuhud terhadap apa-apa yang ada di tangan manusia, maksudnya zuhud terhadap harta yang dimiliki orang lain. ini akan melahirkan sifat qanaah seorang hamba. Jika tidak maka akan muncul sifat hasad, iri dengki terhadap apa yang dimiliki orang lain. Na’udzubillah

 

para ahli sufi selalu merasa cukup, yang penting ada makanan yang cukup sampai nanti sore, bahkan bisa makan untuk saat ini saja sudah cukup. selebihnya untuk ibadah. Mereka makan agar tubuhnya kuat untuk beribadah. bagaimana dengan kita? ibadah hanya kita sempatkan di sisa-sisa waktu luang setelah bekerja. Astaghfirullah

Seseorang pernah bertanya kepada Al-Imam Abul Hasan Ali Asyadzili Qs. bagaimana beliau bisa mencapai derajat yang tinggi, lalu beliau menjawab “aku tidak pernah mendatangi para raja, dan tidak peduli dengan urusan keduniaan mereka”.

Perlu berhati-hati jika profesi kita mengharuskan dekat dengan raja, pejabat atau umara’. Apalagi bagi seorang yang ‘Alim. Ulama jika dekat dengan umara’ harusnya untuk menasihati mereka. bukan untuk menyenangkan hati mereka atau memudahkan urusan-urusan mereka yang membawa dampak buruk bagi umat.

Zuhud ada dalam tingkatan nafsu yang muthma’innah. orang yang nafsunya telah mencapai derajat ketenangan, tidak ada ketakutan dan kerisauan dalam hatinya. Jadilah di dunia ini seperti seorang asing yang sedang merantau, suatu saat kita harus kembali ke kampung halaman yakni akhirat. renungkanlah hal ini selalu, agar tidak larut terlena menikmati dunia.

Rasulullah saw telah bersabda:

كن فى الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau perantau.”(HR. Tirmizi)

 

“Terus, kalau saya tidak kerja dan usaha, saya mau makan apa?” hati-hati dengan ucapan semacam ini, bisa jadi ketauhidanmu sudah bergeser. Tidakkah kita pernah berpikir, dahulu saat dalam kandungan ibu, kita tidak bekerja dan usaha pun masih bisa makan dan tumbuh besar, lantas kenapa sekarang seolah-olah menjadikan pekerjaan sebagai segalanya? Takut tidak bisa makan, takut tidak ada susu untuk anak.

Allah swt lah yang memberikanmu rezeki, setiap hasil, ikhtiar dan pekerjaanmu, bahkan doa-doa yang kamu panjatkan untuk urusan duniamu itu tak akan bisa kamu lakukan tanpa kekuatan dan pertolongan dari Allah swt. Maka jangan pandang rezeki Allah itu hanya materi dan uang saja!.

Jika para sufi menyebut dunia, dunia yang dimaksud adalah segala sesuatu selain Allah swt., Segala orientasi selain kepada Allah. Zuhud atau tidak mencintai dunia maksudnya dengan tidak bergantung pada dunia. lepas dunia dari hatimu, maka dia akan mengikutimu, bahkan mengejarmu. paham dan sadar bahwa dunia tidak ada apa-apanya, hempaskan saja dia. Lawanlah hubbud dunia dengan mahabbah kepada Allah swt, kepada Rasulullah saw. dan para Auliya.

Namun setiap cinta butuh pengorbanan. pertanyaannya sekarang, sudah sebesar apa pengorbananmu untuk Allah dan rasul-Nya? diminta berkorban tapi selalu menjawab nanti dulu. sungguh jauh dari jalan Allah swt. Apa yang sudah kita lakukan untuk membuktikan cinta kita kepada Allah? jangan sampai hitung-hitungan dengan Allah swt. sungguh kerdil jiwa seseorang yang saat diajak menuju pengorbanan, ia malah menghindar darinya.

 

Khidmah, selalu mendoakan guru, berinfaq, bersodaqoh dan saling membantu dalam kebaikan sesama ikhwan juga merupakan bentuk pengorbanan. Semoga Allah jadikan kita orang-orang yang zuhud terhadap dunia.

Wallahu A’lam bisshawaab

 

Resume Kajian Dhuha Kitab Arbain Nawawi Bersama KH. Muhammad Danial Nafis Hafizhahullah
(Via zoom Cloud Meeting 05. 30- 07.00 WIB Kamis 14 Ramadhan 1441 / 7 Mei 2020)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin